Pak Tino Sidin tidak pernah mengkritik langit yang tidak biru,
tanah yang ungu atau ayam dengan warna merah menyala, semuanya bagus
Siapa yang masih ingat Pak Tino Sidin? Bagi pembaca yang berusia
di atas 30 tahun dan mempunyai hobi menggambar niscaya bukan saja ingat, tapi everlasting mengenangnya.
Sosok kebapakan dengan gaya seniman yang khas. Topi bareta, kacamata bingkai
tebal, senyuman cengar cengir dan satu kata ajaib yang ditunggu jutaan pemirsa
anak – anak Indonesia: Yak, Baguuuus!
Tino Sidin selalu tampil khas, berkemeja batik garis lengkung,
berbaret hitam dengan kuncir di atasnya, tatkala mengasuh gemar menggambar di
layar TVRI tahun 1978. Orang Jawa kelahiran Tebingtinggi, Sumatera Utara, 25
November 1925, itu sangat akrab dengan anak-anak pada dekade delapan puluhan.
Berbunga – bunga hati
ketika gambar yang diangkatnya adalah gambar yang saya kirim ke redaksi TVRI
acara Gemar Mengambar Bersama Pak Tino Sidin. Sumringah hati, terpaku di layar
kaca ketika beliau mulai mengulas: Kiriman dari adek kita...doday,
eehmm..dodiii ya dodi hidayat dari SD 05 pagi bintaro, kelas empat..ooo ada
Superman sedang mengangkat kapal terbang yang terbakar, yak baguuusss! Semenjak
itu, seperti ada energi mengalir dari layar TV memenuhi sanubari, penuh inspirasi
dan semangat. Waktu itu dengan percaya dirinya saya akan jawab lugas pertanyaan
klasik dari siapapun: Cita – cita Doddy apa? Pelukis!
Lulusan Akademi Seni
Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, 1963, yang terkenal setelah mengasuh acara
Gemar Menggambar di TVRI, sempat ngambek, ketika acara mingguannya di TVRI
diselingi Kak Alex, tanpa pemberitahuan kepadanya.
Pasalnya, ada yang
menganggap sistem Pak Tino bisa merusakkan kreativitas anak. Sedangkan yang
lain berpandangan justru karena caranya yang kocak dapat membangkitkan minat
menggambar para bocah.
''TV bukan sekolah
menggambar,'' kata Tino. Acara Gemar Menggambar, menurut dia, harus bisa
dinikmati semua golongan dan usia. Menggambar ibarat mengeja abjad, sedangkan
melukis bagaikan mengarang novel. Karena itu, prinsipnya mengajar adalah:
''Membuat anak suka menggambar, itu saja.''
Putra bekas anggota
pasukan Marsose di zaman Belanda itu suka menggambar di masa kecilnya. Padahal,
dilarang oleh kakeknya, seorang sais pedati, karena dianggap tidak bisa
menghidupi.
Menempati rumah
kontrakan di Taman Aries, Jakarta Barat, Tino juga mengajar menggambar di
tempat lainnya di Jakarta, seperti Pasar Seni Ancol, Pluit, dan Kepa Duri. Ia
memimpin pelajaran menggambar di sejumlah TK dan SD Jakarta, lewat ''Taman Tino
Sidin'' yang juga dikembangkan di Surabaya, Yogyakarta, dan Padang. Ini,
katanya, diilhami Taman
Ismail Marzuki.
''Karena Taman Tino Sidin tak ada yang bikin, saya bikin sendiri,'' tambahnya
sambil tertawa.
Penggemar jalan-jalan
ke ''gunung yang ada mistiknya'' ini telah menghasilkan sejumlah buku. Antara
lain, Bawang Merah Bawah Putih, dan Ibu Pertiwi, terbitan Balai Pustaka. Mari
Menggambar macet setelah terbit 10 jilid. Malasnya timbul, katanya, setelah
buku itu dibajak orang.
Karirinya diawali
sebagai pegawai Ke - Menterian Penerangan Jepang (1944-1945). Kemudian menjadi polisi
Tentara di Sumatera (1945) dan guru menggambar di SMP Tebingtinggi (1945). Dia
pun aktif sebagai Tentara Pelajar Brigade 17 (1946-1949). Kemudian menjadi Guru
Taman Siswa di Tebingtinggi (1950-1952). Ketua Palang Merah Remaja di Langkat
dan Ketua ASRI di Binjai, dilakoninya tahun 1953-1957. Tino pun sempat menjadi
Sekretaris Veteran di Deli Serdang (1958-1959).
Lalu menjabat Ketua
Pusat Latihan Lukis Anak (PLLA) dan Acara Gemar Menggambar TVRI Yogya
(1969-1977). Kemudian aktif sebagai Penatar Guru Gambar SD Seluruh Indonesia
(1980-1981) seraya tampil sebagai pengasuh Acara Gemar Menggambar TVRI Pusat
(1978), mengajarkan gambar di Pasar Seni, Ancol, dan memimpinan Taman Tino
Sidin, Surabaya dan Yogyakarta.
Sesungguhnya Pak Tino
Sidin adalah selebritis di jamannya. Kalau kita perhatikan tayangan filem atau
drama seperti sinetron di TVRI dulu, kalau ada peranan seniman pasti style nya
dibuat mirip beliau. Bukan saja diidolakan anak – anak, Pak Tino juga menjadi
trend setter. Mengenang beliau menjadi penting bukan karena eksistensinya saja,
tetapi sumbangsih beliau yang besar sebagai tokoh pendidikan nasional,
khususnya motivator pengembangan kreatifitas. Bagi orang dewasa, cara beliau
mengajarkan menggambar mungkin kelihatan remeh. Tarik gariiis, lengkung,
lengkung besar, lengkung kecil, bulaat..nah jadi deh kucing. Tapi bagi kami
anak – anak waktu itu, apa yang diterangkan adalah solusi praktis. Teknik yang
diajarkan merupakan jembatan antara daya imajinasi anak – anak yang tinggi
dengan media kertas dan spidol. Pak Tino tidak pernah mengajarkan kita
menghapus. Menarik garis seperti rangkaian cerita tersendiri. Sekali coret
harus berani menyelesaikan.
Minggu sore yang cerah
,setelah mandi aku kecil sudah duduk manis sambil membawa pensil dan buku
gambar didepan Televisi.Kuputar TVRI (saat itu tahun 80-an hanya satu-satunya
Channel ),stt... tenang dulu,acara 'GEMAR MENGGAMBAR ASUHAN PAK TINO SIDIN'
segera dimulai.
Acara dimulai dengan
ditempelkannya beberapa kertas kosong didinding. Pak Tino dengan topi khasnya
dan spidol memulai dari kertas pertama. " adik-adik mari kita membuat
angka 4,"lalu dia menuliskan angka 4 dilembar pertama. setelah selesai,dia
bergeser kelembar kedua disbelahnya sambil berkata," mari kita bikin garis
dibawahnya..sreeet..nah mudah bukan?"...aku pun buru-buru menirukannya
menggambar dibuku gambarku...begitulah seterusnya,beliau bergeser kekertas
kosong disebelahnya hingga pada kertas terakhir akhirnya angka 4 tersebut
menjadi gambar perahu nelayan lengkap dengan pak nelayan dan bendera merah
putih...hahah..horee aku akhirnya punya trik baru.
akhirnya tibalah saat
yang ditunggu-tunggu anak-anak pecinta pak Tino sidin,yaitu pak tino sidin akan
menunjukkan gambar-gambar kiriman dari anak-anak seindonesia.
..............Gambar
kiriman dari adik kita di Pangkal Pinang, Aldi,...dia menggambar pemandangan belakang
rumahnya..ada sawah ada jalan dan oh ada pak taninya.....BAGUS !......
ahhh...betapa
dibacakan aja sudah ikut senang apalagi dipuji dengan kata ," BAGUS
!"oleh maestro pak Tino Sidin. Padahal kalau aku pikir-pikir sekarang,
gunungnya selalu dua,ada jalan seolah membelah gunung tepat diantara kedua
gunung.lalu bikin sawah dan padinya pakai huruf v, ada gubuknya disebelah
jalan,lalu mobil (kira-kira model oplet 2d yang keliahatan ambruk ditengah
jalan ),ada pohon kribo yang digambar disepanjang ruas jalan ( gak ada kaidah
prespektif pokoknya hahaha ),dan yang paling lucu adalah ada matahari terbit
diantara dua gunung,anehnya matahari itu mempunyai mata hidung dan
senyuman..heheheh.(matahari yang aneh)....tapi sejelek apapun pak Tino,selalu
menghargai karya Kiriman dengan kata-kata."BAGUS!"
Pak Tino tidak pernah
mengkritik langit yang tidak biru, tanah yang ungu atau ayam dengan warna merah
menyala. Semuanya bagus. Semangat ini juga yang saya tanamkan pada Salma putri
kesayangan saya. Semakin saya puji gambarnya, semakin berani dan kreatif karya
– karya yang dibuat. Sayangnya pelajaran menggambar di sekolah justru
menerapkan kurikulum sebaliknya. Penilaiannya adalah menggambar harus mirip
dengan obyek aslinya. Langit harus biru, tanah coklat, daun hijau, matahari
kuning. Padahal seni adalah ekspresi. Menggambar sama saja dengan membuat lagu,
mengarang cerpen, membuat tarian. Persoalannya bukan sekedar pada teknik yang
benar, komposisi yang rapih dan pakem – pakem lainnya. Karya seni adalah
ekspresi jiwa. Karya seni yang baik dan memenuhi standar estetika tidaklah
cukup, yang kita cari adalah karya novelties, masterpiece atau maha karya.
Karya yang punya jiwa, cerita, pesan dan pengaruh.
Satu hal lagi yang penting,
berkarya bukan harus selalu menjadi seniman. Tetapi proses kreasi yang mampu
menuangkan ide, gagasan, imajinasi menjadi karya itulah yang penting. Proses
kreasi adalah proses eksplorasi yang menggunakan otak kiri dan kanan sekaligus,
meramu kemampuan rasional dam emosional untuk menemukan hal baru disegala
bidang. Itulah esensi kreatifitas yang tidak boleh dilupakan dan disisihkan
dalam dunia pendidikan. Yang kita ingin lahirkan bukan sekedar manusia yang
mampu mengikuti resep, tetapi mampu membuat konsep dan resep – resp baru bagi
solusi kehidupan. Menciptakan ide, teori, karya, solusi yang lebih baik dari
yang terbaik saat ini.
2013 dari berbagai sumber
Komentar