Synopsis
LABEL sebagai sutradara yang asyik bermain lewat bahasa gambar didapat Garin setelah 4 filmnya rilis. Cinta dalam Sepotong Roti, Surat untuk Bidadari, Bulan Tertusuk Ilalang, dan film televisi Angin Rumput Savana lebih dikenang sebagai film-film Garin yang tak mudah dicerna lantaran Garin lebih banyak bermain dengan bahasa dan gambar-gambar puitis. Film-film tersebut punya gambar indah, namun susah dimengerti penonton awam.
Namun, pada 1997, Garin keluar dari pakemnya. Untuk kali pertama, ia membikin film dengan gaya bertutur yang diakrabi penonton awam. Ia tak bergenit ria menyuguhkan gambar-gambar puitis. Hasilnya, Daun di Atas Batal, hasil kolaborasi Garin dengan Christine Hakim. Kerja sama ini konon berhasil. Daun di Atas Bantal hingga kini mungkin layak disebut film Garin paling sukses, dalam arti tak hanya memikat pengamat film dan juri festival, tapi juga penonton film kebanyakan. Tahun 2012 ini, Garin kembali "membumi" dengan Mata Tertutup dan Soegija.
Ah, senangnya melihat Garin tak asyik sendiri. Oleh karena itu, kami merasa ini saat tepat untuk menengok lagi Daun di Atas Bantal
Film Daun di Atas Bantal menceritakan kehidupan tiga anak jalanan, yang bernama Heru, Sugeng, dan Kancil, beserta ibu angkat mereka, Asih. Mereka hidup miskin di tempat yang kumuh. Di awal cerita, film ini juga menggambarkan kehidupan anak jalanan dengan menampilkan kegiatan anak-anak jalanan yang sebenarnya tidak pantas untuk dilakukan oleh anak-anak seusia mereka, seperti merokok, menindik tubuh, mencuri, menghisap lem, dan minum minuman keras buatan mereka sendiri. Heru, Sugeng, dan Kancil yang merupakan anak jalanan memiliki kegiatan yang jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Mereka mencari uang dengan cara merebut bantal anak jalanan lain yang berisi uang. Pada bagian awal cerita diceritakan bahwa Heru dan Kancil mencuri bantal anak jalanan lain. Pada saat perjalanan pulang ke rumah mereka dengan menggunakan kereta api, mereka berebut bantal tersebut. Kancil yang berhasil mendapatkan bantal segera lari ke atas atap gerbong kereta api.
Namun ternyata hal itu membuatnya celaka. Ia menghantam dinding terowongan dan tewas. Setelah kejadian itu, film ini kembali menceritakan kehidupan anak jalanan. Pada bagian tengah cerita diceritakan bahwa Heru secara tiba-tiba memiliki banyak uang dan memberikan banyak hadiah kepada Asih, ibu angkatnya. Namun setalah itu, Heru dibunuh dan menjadi salah satu korban mafia asuransi. Setelah terbunuhnya Heru, film mulai terfokus pada kehidupan Sugeng dan Asih. Bagian akhir cerita menceritakan tentang buruknya keamanan dalam kehidupan kaum miskin ditandai dengan terbunuhnya Sugeng karena peristiwa salah tusuk. Di akhir cerita juga diceritakan nasib tragis Sugeng yang tidak dapat dikuburkan karena Sugeng tidak terdaftar sebagai warga di daerah tersebut.
Sebenarnya masih banyak yang bisa disampaikan Garin. Dengan durasi yang hanya 83 menit, Daun di Atas Bantal tak sempat mengungkap lebih lanjut masalah mafia asuransi yang mengorbankan nyawa Heru. Akibatnya masalah ini terasa fiktif. Mungkin ini memang pilihan Garin untuk sengaja membidik lebih dalam ke persoalan sosial, bukan persoalan hukum? Skenario juga tak memperkenalkan penonton pada Asih dengan lebih akrab.
Meski dimainkan dengan amat bagus oleh Christine Hakim, tokoh Asih masih terasa mengambang. Penonton hanya bisa menerka siapa dia sebenarnya (pelacurkah ia? atau hanya wanita kesepian yang senang diperhatikan laki-laki lain selain suaminya yang kejam?). Daun di Atas Bantal juga menyisakan pertanyaan mengenai motivasi dan emosi Asih sebenarnya. Mengapa dia begitu baik tapi juga tak mau memberi kepercayaan pada Heru dkk? ''Cobalah Mak, sekali ini saja percayai Heru!'' begitu Heru berkata suatu kali, sementara Asih cuma melengos. Apakah Asih pura-pura tak peduli, agar hatinya tak terluka bila ditinggal anak-anak itu?
Kebisaan Garin dan Armantono menangkap fenomena sosial makin menemukan makna sekarang ini, sejalan dengan kesulitan ekonomi yang menimpa negeri kita. Daun di Atas Bantal yang ide besarnya digali dari filmnya terdahulu, Dongeng Kancil Tentang Kemerdekaan membuktikan Garin tidak lagi ahead of time. Ia tidak cuma bicara pada para juri dari bangsa lain, tapi terutama pada bangsanya sendiri.
Dengan alasan-alasan ini, film ini memang patut dipirsa. Apalagi kalau kita masih punya keinginan mengetahui kehidupan anak pinggiran, yang nota-bene adalah bagian dari masyarakat kita. Seperti kata Garin, ''Masih banyak yang belum kita ketahui tentang kehidupan anak-anak Indonesia. Film ini adalah rekaman dari realitas yang dihadapi anak-anak Indonesia di belahan sana. Yang perlu juga kita perhatikan.'' Garin, lewat film ini memang menghela kita untuk lebih peka akan kehidupan. Jika benar itu gagasan akhirnya dalam membuat Daun di Atas Bantal, ia jelas berhasil.
Directed by | Garin Nugroho |
---|---|
Written by | Garin Nugroho Armantono |
Starring | Christine Hakim Heru Kancil Sugeng |
Music by | Djaduk Ferianto |
Cinematography | Nurhidayat |
Editing by | Sentot Sahid |
Release date(s) | 14 August 1998 |
Running time | 83 minutes |
Country | Indonesia |
Language | Indonesian |
Komentar