Zakaria ‘alaihis salam gelisah di tahun-tahun terakhir hidupnya. Ia mulai merasakan tulang-tulangnya mulai melemah dan rapuh. Rambutnya yang putih mengkilat laksana perak itu seperti memberinya isyarat bahwa waktu kembalinya telah semakin dekat.
Setiap kali ia mengamati orang-orang didekatnya, istrinya yang sangat dicintainya, keluarga kerabatnya yang sangat dikasihinya, pikiran dan hatinya terusik.Tulangnya yang rapuh dan rambutnya yang putih itu, seakan berbisik :” Wahai Zakaria, mereka semua akan kau tinggalkan, seperti halnya kau juga akan meninggalkan dunia ini tidak lama lagi. Betapapun besar cinta kasih sayangmu pada mereka, betapa besar keinginanmu untuk tetap bisa bersama mereka, tidak akan menghalangi apa yang telah menjadi ketetapan Allah swt”.
Bisikan itu melipat-gandakan kecemasannya. Dalam perenungannya, bertubi-tubi pertanyaan muncul mengerubutinya. Kekasih dan kecintaannya membayang dipelupuk matanya yang basah berkunang-kunang. Pikirnya :”Adakah mereka tau jalan kemana ?! Jalan terjal berliku dan seringkali gelap dan gelap...Adakah pelita yang akan menerangi jalannya...Adakah seorang pembimbing yang menuntunnya bersama mereka?!
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu seperti menyudutkannya. Kekhawatirannya memuncak saat disadarinya bahwa dirinya, meski selaku seorang Nabi, ternyata berada dalam ketiada-berdayaan yang sempurna. Dalam keadaan terpojok itu, cintanya bangkit...Dan memang, hanya cinta satu-satunya yang ia miliki. Ia mendatangi cinta sejatinya, mengiba, meratap, memelas dengan suaranya yang syahdu, penuh harap terbata-bata, katanya :”Tuhanku, sungguh aku telah tua renta, tulang-tulangku rapuh sudah, rambut di kepalaku ini telah berkilat putih ketuaan, tiada pula aku enggan bermohon padaMu Tuhanku (karena hanya Engkaulah tempatku memohon)” (surat Maryam ayat 4).
Lanjutnya lagi
:” Tuhanku, sungguh aku cemaskan bagaimana keadaan orang-orang yang kucintai ini sepeninggalku, istriku mandul, aku telah mencapai usia tua renta, anugrahilah aku keturunan dariMu sebagai wali pelindung mereka, selaku penerusku (membimbing mereka)” (surat Maryam ayat 5).
Sesuai kehendak Allah swt, Zakaria ‘alaihis salam selama tiga hari tiga malam tidak berkata-kata sepatah katapun pada seorangpun. Ia menghabiskan waktunya bertasbih kepada Allah swt. Untuk menyertai harapan do’anya...Zakaria ‘alaihis salam keluar dari mihrabnya menemui kaumnya dengan memberi isyarat meminta mereka semua agar senantiasa bertasbih memuji memuja Allah pada pagi dan malam hari”(Surat Maryam ayat 10, 11). Turunlah wahyu Allah swt :”Ya Zakaria, kami sampaikan padamu berita gembira, bahwa kamu akan memperoleh seorang putera yang aku beri nama Yahya, sebuah nama yang belum pernah ada sebelumnya” (surat Maryam ayat 7).
“Wahai Yahya berpegang teguh kukuhlah pada Kitab Allah dan Aku berikan padanya kebijakan hikmah sejak anak-anak” (surat Maryam ayat 12).
Zakaria ‘alaihis salam, sepertinya tidak mampu menangkap kemaha-besaran kekuasaan Allah yang mustahil bagi dirinya.Tanpa disadarinya Zakaria ‘alaihis salam spontan berucap karena kebahagiaan yang tidak terbayangkan sebelumnya :”Ya robbi, bagaimana mungkin aku dapat memperoleh putera, sementara istriku mandul dan usiaku yang tua renta ini !?” (surat Maryam ayat 8).
Allah swt, meyakinkan memantapkan firmannya :” Demikianlah wahai Zakaria, bila Aku menghendaki, pasti akan terjadi. Itu adalah perkara yang mudah bagiku. Bukankah Aku telah menciptakan engkau sedang sebelumnya kamu tidak ada, bukan apa-apa !?” (suratMaryam ayat 9).
Kegelisahan, kecemasan, kekhawatiran yang bertahun menyelimuti Zakaria ‘alaihis salam, berubah menjadi kebahagiaan dan ketentraman. Kini, Ia berdiri tegap, tanpa keraguan sedikitpun, melangkah melanjutkan perjalananannya sendiri. Benar-benar sendiri !
Tidak ada lagi yang mengusik hati dan pikirannya. Ia tinggalkan semua kecintaannya yang dibumi dan pulang dengan penuh gairah untuk menemui kecintaannya yang di langit.
Begitulah Zakaria ‘alaihis salam. Ia tidak gelisah karena ajalnya yang sudah dekat. Ia tidak mengiba memohon agar dikuatkan tulang-tulangnya yang rapuh. Ia tidak meminta agar bisa mendampingi orang-orang yang dicintainya lebih lama. Bahkan sedikitpun tidak tersurat juga tersirat kehendaknya memohon penangguhan kepulangannya. Bukan karena ia kurang mencintai istrinya, kerabat dan kaumnya. Kecintaannya pada semua itu telah dinyatakannya secara jelas. Namun kecintaan pada kekasihnya yang Esa telah mengajarkannya, bagaimana menempatkan cinta-cintanya kepada selainNya.
Bagi para pencinta sejati, masa penantian yang lama (hidup) dirasakan lebih sebagai derita kerinduan yang berat...bahkan lebih dirasakan sebagai kematian daripada sebagai kehidupan. Kematian bagi seorang pencinta dan perindu sejati, justru adalah kehidupan yang lebih nyata..tempat pertemuan para kekasih yang telah lama mengikat janji untuk bertemu. Alangkah indahnya kematian seperti itu. Kematian dimana ada cinta didalamnya. Begitulah cinta berperan dalam kehidupan dan kematian seperti yang dikehendaki al’aql as salim...cinta itupun patuh pada al’aql menuju kepada Allah swt.
Zakaria, Ibrahim, Isma’il ‘alaihimus salam, telah memperagakan cintanya dan Allah swt mengabadikannya untuk diteladani bagi manusia yang beriman. Do’a do’a cinta mereka telah didengar dan dikabulkan Allah swt. Ratusan bahkan ribuan tahun sepeninggalnya, tidak sedikit manusia yang mengikuti jejaknya. Sebagian mereka dikenal dan dicatat sejarah dan lebih banyak lagi yang diam-diam sendiri menikmati kebahagiaan perjalanan cintanya. Mereka adalah murid, pengikut setia, pencinta sejati, pewaris Rasulullah Muhammad sholawat Allah atasnya dan keluarganya yang suci. Semoga kita diridhoi dirahmati dan termasuk salah satu diantaranya.
Kisah Zakaria ‘alaihis salam diatas, diabadikan dalam alquran ayat-ayat pertama dari suratMaryam ‘alaihas salam.
“Katakanlah (pada ummatmu ya Rasulallah), jika ayah-ayahmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga terdekatmu, kekayaan yang kamu peroleh dan miliki, perdaganganmu yang selalu kamu cemaskan akan merugi, rumah tinggal yang kami nikmati, (apabila semua itu) lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya serta berjihad di jalan Allah, maka waspadalah kelak di hari dimana Allah akan menentukan ketetapannya, dan Allah tidak memberi bimbingan kepada kaum yang fasiq”
(surat at taubah 24)
Catatan :
Terjemahan ayat alquran yang ada dalam catatan kecil ini tidak tekstual kata perkata.
Komentar