
Engaged Religion marak di tahun 1975 ketika kaum Jesuit mengumumkan kepada publik untuk komitmen dalam memperbaiki keadaan sosial masyarakat dan mewujudkan Keadilan Sosial dalam masyarakat (baca: kesalehan sosial) dan tidak hanya mengurusi peribadatan dan dakwah agama (baca: kesalehan pribadi). Sebenarnya jauh sebelum 1975, kaum Jesuit sudah terlibat dalam kegiatan transformasi sosial masyarakat dunia namun secara organisatoris komitmen tersebut baru diumumkan oleh Vatican secara resmi kepada dunia pada tahun 1975. Dalam organisasi keagamaan Buddha, juga dikenal istilah Engaged Buddhisme, yaitu ketika para Biksu tak hanya berhenti pada kehidupan meditasi dan mengejar kehidupan ruhani (kesalehan pribadi) tapi juga secara pro aktif terjun dalam masyarakat untuk memperbaiki keadaan sosial masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan alam.
Dalam Islam sendiri kesalehan pribadi dan kesalehan sosial tak terpisahkan. Itu dapat kita temukan dalam banyak ayat Al-Qur'an yang perintah mendirikan sholat (kesalehan pribadi) diikuti dengan perintah tunaikan zakat (kesalehan sosial). Juga dalam berapa ayat kita temukan kewajiban muslim untuk mewujudkan Keadilan Sosial (seperti dalam surat Al-'Araaf ayat ke-181) dan Melestarikan Lingkungan (seperti dalam surat Ar-Ruum ayat ke-41). Singkatnya, dalam Islam, hubungan Manusia dan Tuhan (kesalehan pribadi) tak boleh menyampingkan hubungan Manusia dengan Manusia (kesalehen sosial). Atau kalau boleh di-rumus-kan:
"Tiada sempurna Kesalehan Pribadi tanpa diikuti Kesalehan Sosial;
Dan tiada sempurna Kesalehan Sosial tanpa disertai Kesalehan Pribadi."
Atau kalau dibahasakan dalam simbol-simbol kiasan halus Konfusius:
Langit kosong tanpa Bumi
Bumi tiada tanpa Langit
( Yos W Hadi, 2011 )
Intinya, apapun ibadah dan pengamalan agama kita tiada sempurna (kosong/tiada berarti) bila mengabaikan dimensi kepedulian sosial yang membumi itulah Engaged Religion.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
" Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan (moral dan sosial), menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."
( QS. An-Nisaa', ayat ke-135 )
amiin
Komentar