Langsung ke konten utama

TAHUN BERAPAKAH SEKARANG ? (Bagian Pertama: Kalender Masehi)

DENGAN TIDAK TERASA kita memasuki tahun 2012. Tetapi tidaklah salah jika ada yang mengatakan sekarang tahun 1390, 1433, 1933, 1945, 1948, 2555, 2562, 2672, atau 5771. Dalam tulisan yang terdiri atas tiga bagian, kita akan membahas berbagai jenis kalender yang dipakai oleh para penghuni planet bumi ini.


Jenis-jenis kalender

Bulan mengelilingi bumi dalam 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik atau 29,5306 hari (satu bulan). Jika dikalikan dua belas, hasilnya adalah 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari. Inilah waktu satu tahun bagi kalender berdasarkan bulan (lunar atau qamariyah). Ada pula kalender berdasarkan matahari (solar atau syamsiyah), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari, yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari.

Oleh karena jumlah hari dalam setahun tidak bulat, maka tidak ada kalender yang sempurna. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year). Kalender lunar memiliki tahun normal 354 hari dan tahun kabisat 355 hari, sedangkan bagi kalender solar masing-masing 365 dan 366 hari.

Di samping kalender lunar dan kalender solar, ada juga kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat, maka kalender lunisolar dalam setiap tiga tahun memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan; bulan ke-13), sehingga setahunnya 384 hari, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.

Pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset), dan awal setiap bulan (tanggal satu) adalah saat konjungsi (ijtima`) atau saat munculnya hilal. Pada kalender solar pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight), sedangkan awal setiap bulan tidak tergantung pada posisi bulan.

Kalender Masehi, Iran dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriyah, Jawa dan Sunda tergolong kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Saka, Buddha, Tionghoa, dan Yahudi. Silakan terka pemilik masing-masing angka tahun yang tercantum pada awal tulisan ini. Pada bagian pertama ini kita akan membahas kalender Masehi yang dipakai secara internasional. Kalender Hijriyah dan kalender-kalender lain akan dibahas pada bagian kedua dan ketiga.


Kalender Romawi

Kalender Masehi pada hakikatnya adalah kalender Romawi yang bermula sejak pendirian kota Roma, tujuh setengah abad sebelum Nabi Isa al-Masih a.s. dilahirkan. Ketika Romulus dan Remus mendirikan kota Roma tahun 753 SM menurut hitungan kita sekarang, mereka membuat kalender lunisolar. Awal tahun adalah awal musim semi, dan tahun pembangunan Roma ditetapkan sebagai tahun 1 AUC (ab urbi condita = “sejak kota dibangun”).

Nama-nama bulan adalah Martius (Mars, dewa perang), Aprilus (Aprilia, dewi cinta), Maius (Maya, dewi kesuburan), Junis (Juno, istri dewa Jupiter), Quintilis (bulan ke-5), Sextilis (bulan ke-6), September (bulan ke-7), October (bulan ke-8), November (bulan ke-9), December (bulan ke-10), Januari (Janus, dewa penjaga gerbang langit), dan Februari (Februalia, dewi kesucian). Masing-masing bulan 30 hari, kecuali Februari sebagai bulan terakhir hanya 24 atau 25 hari, sehingga jumlah setahun 354 atau 355 hari. Agar tahun baru tanggal 1 Martius tetap jatuh pada awal musim semi, setiap tiga tahun disisipkan bulan interkalasi, Mercedonius, setelah Februari.

Pada tahun 708 AUC (tahun 46 SM, kata kita sekarang), kalender lunisolar Romawi berubah menjadi kalender solar yang ditiru dari bangsa Mesir. Masyarakat Mesir purba menyembah dewa matahari dan kehidupan mereka sangat tergantung pada pasang dan surut Sungai Nil, sehingga mereka sejak tahun 4236 SM membuat kalender solar untuk menandai musim banjir, musim tanam dan musim panen. Penguasa Romawi saat itu, Julius Caesar, berpacaran dengan Cleopatra ratu Mesir. Untuk mengambil hati kekasihnya, Julius Caesar mengubah kalendernya menjadi kalender solar. Aneh tapi nyata: kalender berubah gara-gara cinta!

Dengan bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi Yunani di Iskandariah, awal tahun Romawi serta jumlah hari dalam setiap bulan disesuaikan dengan kalender Mesir. Tahun baru digeser dari Martius (Maret) menjadi Januari. Akibatnya, September yang artinya “bulan ke-7” (septem = tujuh) menjadi bulan ke-9. Nama bulan Quintilis diganti bulan Julius, diambil dari namanya sendiri. Banyaknya hari dalam sebulan: Januari 31, Februari 28 atau 29, Martius 31, Aprilus 30, Maius 31, Junis 30, Julius 31, Sextilis 31, September 30, October 31, November 30, dan December 31.

Tahun 708 AUC itu ditetapkan oleh Julius Caesar menjadi tahun 1 Julian. Oleh karena merupakan tahun transisi dari sistem lunar ke sistem solar, tahun itu ditambah 90 hari: 67 hari diletakkan antara November dan December, dan 23 hari sesudah Februari. Jadi tahun 1 Julian berjumlah 445 hari, dan sering dijuluki annus confusionis (“tahun campur-aduk”).

Kaisar Romawi berikutnya, Octavianus Augustus, ingin juga mengabadikan namanya dalam kalender. Namanya, Augustus, dipakai mengganti nama bulan Sextilis. Untunglah kaisar-kaisar selanjutnya tidak memiliki keinginan serupa, sehingga nama-nama bulan tidak lagi mengalami perubahan.


Tahun Masehi (Anno Domini)

Setelah orang-orang Romawi memeluk agama Nasrani, kalender Julian tetap digunakan, bahkan makin meluas pemakaiannya di kalangan bangsa-bangsa Eropa. Pada tahun 572 Julian, seorang pejabat tinggi kepausan di Roma, Dionisius Exiguus, menetapkan perhitungan tahun Anno Domini (“Tahun Tuhan”). Berdasarkan perkiraan Dionisius bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. lahir pada tahun 47 Julian, maka tahun 47 Julian ditetapkan sebagai tahun 1 Anno Domini (AD), dan angka tahun 572 Julian diganti dengan memundurkannya menjadi 526 AD. Jadi sejak tahun 526 berlakulah hitungan tahun Anno Domini (AD) yang berlangsung sampai sekarang. Kita di Indonesia menyebutnya tahun Masehi (M).

Kalender Masehi atau kalender Julian memakai patokan 365,25 hari (365 hari 6 jam) setahun dengan kabisat empat tahun sekali, yaitu yang angka tahunnya habis dibagi empat. Patokan ini berlebih 11 menit 14 detik (0,0078 hari) dari yang seharusnya. Akibatnya terjadi kesalahan satu hari dalam setiap 128 tahun, atau tiga hari dalam 400 tahun. Ilmuwan Roger Bacon dari Inggris tahun 1270 menghimbau Paus Clementius IV agar merevisi kalender Julian, tetapi himbauan itu tidak digubris. Lalu pada tahun 1475 Paus Sixtus IV mengundang ahli astronomi Jerman, Regiomontanus, untuk mengoreksi kalender. Sayangnya ketika tiba di Roma ilmuwan itu meninggal kena wabah, sehingga perbaikan itu urung.


Kalender Gregorian

Pada tahun 1582 kesalahan kalender mencapai sepuluh hari. Saat matahari melintasi khatulistiwa atau awal musim semi (vernal equinox) jatuh pada 11 Maret, padahal seharusnya 21 Maret. Maka Paus Gregorius XIII membentuk komisi yang dipimpin Christophorus Clavius dan bertugas mengoreksi kalender berdasarkan naskah Novae Restituendi Calendarium dari Luigi Giglio (dilatinkan: Aloysius Lilius), ahli astronomi dari Universitas Perugia. Hasil revisi komisi itu disahkan Paus Gregorius XIII melalui keputusan yang berjudul Calendarium Gregorianum. Angka tanggal dilompatkan sepuluh: Kamis 4 Oktober 1582 diikuti oleh Jum’at 15 Oktober 1582. Untuk memperkecil kesalahan pada masa mendatang, tiga dari empat sentesimal (tahun peralihan abad) yang selalu kabisat dibuat sebagai tahun biasa. Jadi 1600 kabisat; 1700, 1800 dan 1900 tahun biasa; 2000 kabisat lagi, dan seterusnya. Sistem Gregorian ini ternyata cukup akurat, hanya berlebih 0,0003 hari per tahun. Untuk mencapai kesalahan satu hari diperlukan waktu 3333 tahun. Jadi, kalender Gregorian baru perlu dikoreksi pada awal abad ke-50!

Pada mulanya yang mengikuti keputusan Paus untuk mengubah kalender hanyalah negara-negara Eropa yang mayoritas Katolik. Hal ini pun menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat awam. Banyak orang yang ketakutan kalau-kalau usianya berkurang sepuluh hari, dan para pekerja menuntut upah bagi sepuluh hari yang dianggap hilang. Adapun negara-negara Protestan, Anglikan dan Ortodoks tetap memakai kalender Julian. Mereka mencurigai jangan-jangan keputusan Paus itu hanya taktik untuk mengembalikan otoritas Katolik Roma di bidang agama. Apalagi Paus Gregorius XIII sangat dibenci kaum Protestan, gara-gara merestui pembantaian ribuan umat Protestan di Paris pada Hari Santo Bartholomeus tahun 1572.

Hal yang menarik adalah bahwa kalender Gregorian justru disambut baik oleh Sultan Muhammad IV dari kerajaan Turki Usmani, yang mulai tahun 1677 (1088 Hijriyah) memakai kalender itu di seluruh daerah kekuasaannya di Semenanjung Balkan. Akan tetapi almanak resmi kerajaan tetap kalender Hijriyah.

Menjelang akhir abad ke-17, tahun 1698, seorang ilmuwan Jerman yang sangat berwibawa saat itu, Prof. Erhard Weigel, berkirim surat kepada raja-raja Eropa yang beragama Protestan agar menerima kalender Gregorian. Kata Weigel, pemakaian kalender itu tidaklah berarti tunduk kepada Paus, sebab hal itu masalah ketepatan peredaran benda langit, bukan masalah agama. Weigel juga mengingatkan kacaunya kalender di Jerman sepanjang abad ke-17: seseorang dari Regensburg yang Katolik tanggal 1 Januari pergi cuma sejauh 50 mil dan tiba di Nuremberg yang Protestan pada 21 Desember tahun sebelumnya!

Maka pada awal abad ke-18 negara-negara Protestan menerima kalender Gregorian. Inggris negara Anglikan mengikuti pada tahun 1752, dengan menyatakan tanggal 2 September 1752 langsung disusul oleh 14 September 1752. Hal ini juga berlaku untuk seluruh jajahan Inggris, termasuk Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada sekarang) yang saat itu belum merdeka. Akibatnya, George Washington, yang nantinya menjadi presiden pertama Amerika Serikat, terpaksa mengubah tanggal lahirnya dari 11 Februari 1732 menjadi 22 Februari 1732.

Negara-negara Eropa Timur yang menganut Kristen Ortodoks baru menerima kalender Gregorian sesudah Perang Dunia I berakhir. Rusia memberlakukannya tahun 1918 dengan menyatakan bahwa 31 Januari langsung disusul 13 Februari. Hari penghapusan kekaisaran Rusia yang berlangsung tanggal 7 November 1917 sampai sekarang disebut “Revolusi Oktober”, sebab hari itu di Rusia masih berlaku kalender Julian tanggal 25 Oktober. Negara Eropa terakhir yang menerima kalender Gregorian adalah Yunani tahun 1923. Akan tetapi kalender Julian tetap digunakan oleh Gereja Ortodoks khusus untuk menentukan Hari Natal. Sampai sekarang mereka merayakan Natal pada tanggal 7 Januari (25 Desember menurut kalender Julian), dua minggu lebih lambat daripada umat Kristen lainnya.

Di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, penyebaran kalender Gregorian dilakukan oleh negara-negara Eropa yang menjajahnya. Di Indonesia sampai awal abad ke-20 kalender Hijriyah masih dipakai oleh raja-raja Nusantara. Bahkan raja Karangasem yang beragama Hindu, Ratu Agung Ngurah, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang beragama Nasrani, Otto van Rees, pada tahun 1895 masih menggunakan tarikh 1313 Hijriyah. Kalender Gregorian secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 (tepat 100 tahun yang lalu) dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda. Maka tercapailah niat Octavianus Augustus yang ingin namanya abadi. Nama Kaisar Romawi ini senantiasa diucapkan ratusan juta orang Indonesia dengan khusyu` setiap tahun, tatkala mereka merayakan hari proklamasi kemerdekaan.


Tahun 2010?

Tahun berapakah sekarang? Tahun 2010, jika kita mengikuti perkiraan Dionisius Exiguus bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. lahir tahun 47 Julian. Kalkulasi ini berdasarkan data Injil Lukas bahwa utusan Allah bagi Bani Israil itu memulai tugas kerasulan pada tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, yang bertahta dari tahun 60 Julian sampai 83 Julian (14-37 Masehi), sehingga kejadian yang diceritakan Lukas itu berlangsung tahun 75 Julian (29 Masehi). Oleh karena Lukas mengatakan usia Isa al-Masih saat itu “kira-kira 30 tahun” (quasi annorum triginta), maka Dionisius memperkirakan putra suci Siti Maryam itu lahir tahun 47 Julian, yang ditetapkannya sebagai Tahun 1 Anno Domini.

Ternyata perkiraan Dionisius itu tidak tepat! Kenyataannya, baik Injil Lukas maupun Injil Matius mencatat kelahiran Isa al-Masih pada masa Raja Herodes di Palestina, yang berarti antara tahun 37 SM dan 4 SM (10 sampai 43 Julian). Lukas juga mengatakan bahwa Isa al-Masih lahir ketika gubernur Suriah Quirinius, atas perintah Kaisar Augustus (bertahta 27 SM sampai 14 Masehi), mengadakan sensus penduduk di Palestina. Sensus ini tentu berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 6 SM (41 Julian). Dengan demikian utusan Allah yang mulia itu sangat mungkin lahir tahun 5 SM (42 Julian). Jadi, kalau kita ingin konsekuen menghitung tahun sejak lahirnya Nabi Isa al-Masih a.s., seharusnya sekarang adalah tahun 2015.*IRFAN ANSHORY

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga