Langsung ke konten utama

Semar dalam perspektif Psikologi


Semar dikenal sebagai salah satu tokoh wayang asli Indonesia. Semar biasanya dimunculkan bersama gareng, petruk, dan bagong. Sepintas kemunculan para punakawan ini hanya terlihat bagai selingan tawa di tengah jalannya cerita wayang yang cukup serius. Namun di balik itu semua tokoh Semar sendiri memiliki banyak makna.

be SEMAR

Banyak versi yang menceritakan asal-usul tokoh Semar itu sendiri. Namun secara garis besar dapat dikatakan bahwa tokoh ini adalah perwujudan dari salah seorang Dewa yang cukup sakti. Semar sendiri diceritakan masih memiliki hubungan dekat dengan Batara Guru yang tidak lain diceritakan sebagai Raja para dewa atau dewa tertinggi. Beberapa versi menyebutkan hubungan tersebut adalah adik-kakak, sedangkan versi lain menyebutkan hubungan paman dan ponakan.

Meskipun Dewa yang cukup sakti, sosok Semar justru hanya berperan sebagai pengasuh para kesatria. Para punokawan selalu berada sebagai tokoh belakang dan jarang terlibat secara langsung dalam alur cerita. Para punokawan digambarkan sebagai golongan akar rumput.

Akan tetapi di balik itu semua tidak bisa dipungkiri bahwa Semar sebenarnya adalah sosok yang besar. Diceritakan bahwa para kesatria selalu meminta nasehat darinya apabila mendapat masalah. Bahkan Sang Batara Guru yang menjadi Raja para dewa pun terkadang meminta nasehatnya. Dalam beberapa kisah juga diceritakan bahwa Batara Guru pun kalah sakti dengan Semar. Semar berhasil menngalahkan Batara Guru dengan senjata andalannya yaitu kentutnya. Semar pula lah yang berhasil melerai pertangkaran antara kedua kesatria sakti yaitu Gareng dan Petruk yang kemudian menjadi pengikutnya.

Semar dan struktur social

Budaya memiliki efek saling mempengaruhi antara budaya yang satu dengan yang lain. Budaya juga seringkali diadopsi oleh bangsa lain. Indonesia termasuk salah satu bangsa yang gemar mengadopsi budaya lain. Terbukti dari catatan sejarah yang menunjukkan bagaimana Hindu dan Islam bisa mudah diterima dalam struktur budaya kita. Namun budaya yang diadopsi terkadang tidak ditelan atau ditiru mentah-mentah. Seringkali budaya tersebut mendapat sedikit penyesuaian di beberapa bagian agar lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Munculnya para Punakawan dalam cerita pewayangan juga merupakan salah satu bentuk penyesuaian terhadap budaya asing. Meskipun wayang kulit dan wayang golek itu sendiri mungkin merupakan budaya asli Indonesia, namun cerita-cerita yang sering dipentaskan adalah cerita-cerita dari India. Sebut saja Mahabarata dan Ramayana. Maka cukup menarik untuk mendalami mengapa Punakawan muncul dalam dunia wayang. Tentunya ini semua tidak terlepas dari struktur sosial masyarakat yang ada.

Menurut saya, kemunculan Punakawan ini memiliki beberapa alasan. Punakawan selalu muncul dalam adegan goro-goro dimana merupakan adegan komedi dalam sebuah cerita wayang. Ini mungkin erat kaitannya dengan sistem kebudayaan kita yang memiliki fokus yang besar dalam hal kebahagiaan. Salah satu bentuk nyatanya adalah komedi.

Dalam cerita pewayangan asli baik Ramayana dan Mahabarata sentuhan komedi kurang begitu terasa. Cerita ini lebih menonjolkan sisi aksi terutama dalam hal peperangan. Ini mungkin berbenturan dengan struktur budaya kita yang cenderung pragmatis atau lebih santai dan kurang begitu serius dalam menghadapi suatu masalah. Maka agar kisah pewayangan ini dapat diterima oleh masyarakat ditambahkannyalah adegan Goro-goro dalam cerita wayang.

Tokoh Semar sendiri merupakan representasi dari tokoh yang paling bijaksana dan sakti. Yang cukup menarik adalah justru sosok sebesar ini tidak berada dalam tingkatan struktur sosial yang tinggi dengan menjadi raja atau dewa misalnya, namun justru hanya menjadi seorang pengasuh atau pembantu yang merupakan representasi dari golongan akar rumput.

Hal ini bisa diterjemahkan dalam hal. Yang pertama adalah bahwa seseorang yang memiliki kemampuan yang besar tidak harus menonjolkan diri. Nilai ini sama halnya dengan nilai-nilai andap asor dalam budaya Jawa. Nilai ini sangat dijunjung dalam masyarakat Jawa.

Bahkan ada pepatah yang mengatakan seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk. Dimana seseorang diharapkan untuk selalu rendah hati meskipun memiliki kemampuan yang besar. Begitu pula Semar yang meski memiliki sebuah kemampuan yang besar namun memilih untuk berada di belakang layar dan menjadi golongan akar rumput. Ini juga dapat ditafsirkan bahwa seorang pemimpin sebaiknya tetap dekat dengan golongan akar rumput atau memperhatikan keadaan di bawah.

Yang kedua bahwa kita jangan menilai seseorang dari penampilannya. Mereka yang kadang terkesan sederhana dan tampak sebagai golongan marginal sebenarnya memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Ini sesuai dengan nilai dan stereotype kita bahwa orang bijaksana seringkali digambarkan sebagai sosok yang biasa saja dan sederhana dalam kehidupannya.

Semar pastilah seorang Psikolog juga

Satu hal lagi yang membuat saya kagum akan sosok ini adalah caranya dalam memberi nasehat. Dalam memberi nasehat Semar selalu memberikan segala pilihan dengan konsekuensi yang ada. Maka mereka yang meminta nasehatlah yang harus menentukan sendiri mana yang akan mereka lakukan.

Cara ini mirip dengan pendekatan humanis yang banyak digunakan oleh para konselor dan psikolog saat ini. Dimana konselor atau psikolog tidak memberikan solusi secara langsung dan mengarahkan klien ke arah tertentu (non-directive) tapi lebih ke arah membantu klien dalam mengatasi masalah mereka sendiri.

Metode yang paling baru di dunia psikologi ini sudah jauh-jauh hari digunakan oleh Semar. Maka pantaslah saya menebak pastilah Semar itu seorang Psikolog juga. Saya rasa jika Semar mau menulis buku pastilah dia lebih terkenal dibanding tokoh-tokoh Psikologi lainnya.

Semar Mendem

Gambar kaligrafi jawa di atas tersebut bermakna :

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".

Bagaimanapun juga Semar hanyalah sebuah tokoh fiksi. Namun pembentukan karakter dan penokohannya tentu tidak lepas dari pengaruh budaya tempat Semar dilahirkan. Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam Semar sebenarnya merupakan representasi dari nilai-nilai budaya masyarakat yang ada.

Nilai-nilai yang sayangnya sudah mulai kita lupakan dan kita ganti begitu saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga