Langsung ke konten utama

Jalanan Bukan Rumah Mereka !



Jelang maghrib melintas perempatan di Fatmawati. Hari ini tampak lengang dengan kendaraan, roda empat maupun roda dua. Tidak seperti biasanya, kemacetan tidak tampak sepertinya hari ini. Jelang perempatan, yang berwarna merah untuk lampu lalu lintas, mengharuskan saya menghentikan roda motor saya. Sesaat ada bunyi “kecrekan” dengan lendir yang keluar dari hidungnya. Saya menengoknya, ternyata seoarng anak perempuan kecil. Kira-kira mungkin usianya 4 tahunan. Rambut keriting yang berbalut dengan debu. Menggunakan kaos dan celana pendek, dan terus membunyikan “kecrekan”nya.  Sembari mengatakan, “om bagi uangnya. Om” seraya menegadahkan tangannya. Belum selesai memerikan peratian pada anak perempuan ini, kemudian ada anak kecil perempuan lainnya yang bekejaran dengan temannya di atas zebra cross. Mereka begitu senangnya bermain-main ditengah bahaya jalanan.

Saya terasa “sesak” dan pikiran yang teringat akan si kecil sesusia mereka, yang sedang bermain bersama bundanya, bercanda, mungkin juga sedang menggambar, atau sedang main puzzle. Tapi bagaimana dengan mereka?

Berapa banyak jumlah mereka? Pertanyaan dalam hati kecil ini. Untuk Jakarta saja ada 8000 anak jalanan.  Tertarik dengan aktivitas apa yang telah dilakukan kemensos di tahun 2011 terkait anak jalanan ini, saya mencoba browsing tentang anak jalanan. Saya juga berharap dari sobat-sobat Indonesia yang membaca ini dapat sharing informasi terkait hal apa saja terkait dengan anak jalanan.  Dari tribunnews.com saya mendapatkan informasi terkait dengan hal-hal yang dilakukan kemensos. Ketika membacanya saya merasakan ke “heran”an dari program yang dibuat. Yaitu dengan membukakan buku tabungan pada anak jalan sebanyak 5 ribu orang untuk wilayah Jakarta. Astaga! Kembali saya terkejut. Hebat...terlalu “hebat”nya program yang dibuat sampai saya ingin berteriak “kemana orang-orang yang mengaku hebat di negeri ini!”

Saya hanya ragu dengan ke”hebat”an program ini. Dengan membukakan buku tabungan untuk mereka, apa bedanya dengan memberikan uang kepada mereka pada saat mereka mengemis. Mungkin mengemis lebih baik dari pada program itu. Karena ada tuntutan dirinya harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. Namun dengan diberikan uang dalam bentuk buku tabungan, benar-benar membunuh karakter anak bangsa. Mereka dibiasakan dengan kemanjaan dalam kemiskinan mereka.
Menabung? Apakah mereka memiliki konsep itu. Jumlah uang 114 miliar yang telah dianggarkan lebih baik mengubah hidup mereka melalui pendidikan, bukan memberikan mereka buku tabungan. Akan semakin jauh kehidupan mereka untuk dapat mengubahnya. Duaratus tigapuluh anak jalanan akan menghasilkan dua dan bahkan tiga mungkin saja empat kali lipat dari sekarang karena rendahnya pendidikan di mereka. Andaikan amanah dalam Undang-undang Dasar 45 dapat dipenuhi oleh negara sebagai pengelola bangsa ini, yang tercantum pada UUD pasal 31 (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dalam undang-undang.

Kenapa hal ini diamanahkan dalam undang-undang dasar negara Indonesia, karena merupakan hal yang sangat penting dalam memajukan kesejahteraan bangsa melalui pendidikan. Pendidikan itu bukan sekolahan, pendidikan adalah totalitas sistem kemasyarakatan yang memiliki visi dan misi serta nilai-nilai luhur dalam mengembangkan diri, mengembangkan orang lain, komunitas hingga bangsa dan dunia. Teringat sebuah kata-kata “membangun generasi melalui pendidikan akan lebih utama daripada membangun tempat ibadah “. Melihat mereka, anak jalanan tersebut sepertinya sedih melihat mereka terperangkap dalam ketidakpedulian bangsa ini karena salah kelolanya sistem negara ini, yang sudah berakar dan bahkan telah menjadi mental di kebanyakan orang bangsa ini. Sejak bayi saja mereka sudah diperkenalkan dengan ketidakramahan dunia, bisa dibayangkan mindset apa yang ada di pikiran mereka jika tidak tersentuh peradaban pikiran dan peraaan melalui pendidikan yang baik. Lambat laun akan menjadi “sampah masyarakat” yang lambat laun menjadi banyak dan kompleks serta menjadi permasalahan bangsa ini. Mereka saudara kita, mereka adik kita, mereka adalah penerus bangsa ini seperti yang lainnya. Adakah ruang yang hangat di bangsa ini untuk bercerita mengenai si kancil, atau sentuhan lembut mengusap peluh mereka, atau memeluk dan mendekapnya dan mengatakan “aku akan menjagamu hingga kamu siap bertemu dunia”, atau ... berjuta-juta pikiran lainnya.

Hanya membayangkan...ketika mereka mendapatkan pendidikan yang baik, mereka akan membangun rumahnya untuk mereka sendiri bukan di jalanan lagi, melalui hasil kerjakeras dan kegigihannya...bukan dari mengemis atau dikasihani !...

Negarawan bukanlah lagi orang-orang yang memimpin pemerintahan, namun negarawan merupakan orang-orang yang peduli akan bangsanya yang berusaha dari bawah, apa yang mereka bisa berikan dan lakukan...walau hanya memberikan perhatian dengan berbagi cerita dan ilmu untuk anak-anak jalanan...mereka itulah para negarawan!

Keep on spirit for better 1ndONEsia...salam SOBAT ! (wicaksana, 2012)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

Soerabaia 45 (1990)

Soerabaia 45  adalah  Film perjuangan   Indonesia  yang dirilis pada tahun  1990 . Film yang disutradari oleh  Imam Tantowi  ini dibintangi antara lain oleh  Nyoman Swadayani ,  Leo Kristi  dan  Usman Effendy . Kisah perang yang kemudian terkenal dengan sebutan peristiwa 10 November di Surabaya. Antara lain tokoh pembakar semangat, Bung Tomo, perobekan bendera Belanda, tertembaknya jendral Inggris dan lain lain. Film ini seolah direkonstruksi ulang sebagai sebuah visual ulang kisah heroik itu dari kacamata rakyat biasa. Soerabaia `45 menceritakan kemarahan rakyat Surabaya yang meledak begitu mengetahui bahwa pasukan Sekutu membawa misi mengembalikan Indonesia kepada Belanda. Perlawanan bersenjata pun dikobarkan hingga terbunuhnya pimpinan tentara Inggris di Jawa Timur yaitu Brigadir Jenderal Mallaby. Surabaya  | Berbekal materi yang diadaptasi dari buku Peristiwa 10 November 1945 yang diterbitkan Pemda Tingkat I Propinsi Jawa Timur yang diprakarsai oleh almarhum Bapak Blegoh Soema