Sebuah diskusi kecil yang menarik dalam pikiran saya setelah tulisan “Tikungan”. Seorang sahabat bercerita mengenai kasus yang sama pada sebuah situasi berpapasan dengan kendaraan lain tapi dengan peran sebaliknya. Dengan tetap memaksakan kendaraannya untuk dapat lewat pada situasi tersebut. Ia menggambarkan sebuah dialog kecil antara dirinya dan ibunya, saat itu ibunya yang mengendarai mobilnya.
"Mom, itu ngalah aja, biar bisa lewat." Kata saya. Tapi mama diam aja dan terus tidak mengalah. "Kenapa sih mom, ga ngalah aja kan ngalah juga ngga rugi apa-apa toh ga sejam dua jam itu paling cuma 1-2menit."
Mama saya menjawab. "Kita sudah terlalu banyak mengalah." Gitu kata mama saya. Saya tidak menjawab lagi, karena saya tahu sifat mama saya, jika saya menjawab itu berarti melawan dikamusnya. Jadi saya memilih diam.
Mama saya menjawab. "Kita sudah terlalu banyak mengalah." Gitu kata mama saya. Saya tidak menjawab lagi, karena saya tahu sifat mama saya, jika saya menjawab itu berarti melawan dikamusnya. Jadi saya memilih diam.
Setelah saya membaca email dari rekan saya ini, jadi berpikir apa bedanya mengalah dan memberi. Apakah dalam kasus ini kita bicara menang dan kalah atau memberi. Jika dilihat dari prilakunya, keduanya memiliki tindakan yang sama. Jika kita lihat dari kualitasnya...saya rasa berbeda. Karena ketika kita mengalah, dalam teori negosiasi kita bicara konsep kalah. Artinya menerima keadaan yang tidak menyenangkan karena kekalahan kita dan persanaan kita dipaksa untuk menerimanya. Bisa dirasakan betapa tidak nyamannya perasaan siapapun juga pada situasi yang seperti itu. Perasaan marah, putus asa, kecewa, sedih, dan semua perasaan tidak nyaman lainnya yang di “ulek” jadi satu. Sederhananya...apa yang kita inginkan tidak terpenuhi dengan baik, kata lain kita tidak pernah sampai apa yang kita tuju.
Sedangkan “memberi” merupakan hal dilakukan bagi individu-individu yang memiliki kelebihan pada dirinya. Misalnya seorang kaya memberi makan pada sahabat fakirnya. Seorang pengajar yang berbagi ilmu dengan sahabat SD-nya, seorang tetangga yang memberikan makanan ke tetangga lainnya untuk membangun silaturahim, dan berbagai aktivitas lainnya. Sehingga konsep “Memberi” merupakan sesuatu yang memang sudah dipikirkan, dipersiapkan dan dijadikan tujuan dalam setiap tindakannya.
Jika konsep mengalah lebih kepada konotasi kalah dan negatif sedangkan memberi lebih diarahkan sang kuat memberikan sesuatu / membantu kepada sang lemah dan konotasi positif yang bisa didapatkan. Dalam kasus mobil berpapasan, sikap dan cara berpikir apa yang harus dikembangkan untuk mencapai situasi yang win-win (menang-menang) untuk semuanya.
Kembali kecerita sahabat saya di atas, perasaan Ibunya yang marah, kecewa, sedih dan semuanya tercampur untuk mengambil keputusan agar ia tidak menghentikan kendaraannya untuk memberi kesempatan pada kendaraan lainnya untuk lewat. Ketika keptusan dalam situasi “kekalahan” tadi diambil berdampak pada menambah macetnya situasi di pertigaan jalan tersebut. Bagaimana jika semua pengendara berpikir dan bertujuan sebagai seorang “pemenang”, mungkin gambaran situasinya akan berbeda pada saat itu. Tetap akan mendapatkan kemacetan, namun bukan kebuntuan. “Buntu” akan membuat pikiran akan menjadi terhambat dan perasaan akan menimbulkan kemarahan dan keputusasaan, sehingga konflik tidak terelakkan. Berbeda jika berbicara sebaliknya. Kemacetan hanya sebuah “hambatan” dan jangan membuat menjadi “kebuntuan”. Sehingga dalam sebuah kemacetan dapat terselesaikan dengan baik, satu persatu, penuh pengertian, kesabaran, dan berbagi satu dengan yang lainnya untuk dapat bersama-sama keluar dari kemacetan tersebut.
Sehingga terpikir oleh saya, kualitas prilaku yang kita lakukan tergantung pada apa yang kita pikirkan. Jika kita hanya berpikir ke arah diri kita saja, dampaknya mungkin akan menguntungkan diri kita namun belum tentu menguntungkan bagi orang lain. Namun jika kita dapat berpikir memproyeksikan keuntungan kita sejalan juga dengan keuntungan orang lain, kesejahteraan dan kebahagiaan dapat kita rasakan bersama. Keep on for better 1ndONEsia...Wicaksana untuk 1ndONEsia. (2012)
Komentar