Dulu, ketika duduk di bangku perguruan tingggi, namun masih amat hijau dalam pengalaman memimpin perusahaan. Terus terang, saya mengalami kesulitan dalam menemukan jembatan penghubung antara apa yang disebut Chris Argyris dari Harvard dan Donald Schon dari MIT sebagai espoused theory (teori yang mendukung) dan theory in used (teori yang betul-betul dipakai di lapangan). Demikian juga ketika mau memahami apa yang disebut Howard Gardner - dalam Frames of Mind - sebagai knowing that (pengetahuan ekspilisit yang biasanya terdiri dari rangkaian prosedur) dan knowing how (pengetahuan implisit yang menjadi jiwa eksekusi di lapangan).
Semakin lama berada di lapangan yang relatif steril dari teori-teori sekolahan, semakin mudah saya membangun jembatan antara dua bentuk pengetahuan yang ternyata tidak mudah disatukan ini. Sekolah memang amat fasih membekali kita dengan espoused theory atau knowing that. Namun, dengan seluruh keterbatasan sekolah, ia lumpuh saat dituntut untuk membekali orang untuk menguasai sekaligus theory in used atau knowing how.
Sebagai pemikir sekaligus pemimpin puncak perusahaan, cukup lama saya menunggu sampai menemukan ah ha ! effect. Dan efek terakhir, persis seperti knowing how yang bersifat tacit alias tidak terucapkan, amat dan teramat sulit untuk mentransfernya melalui kata-kata tulisan maupun lisan. Persis seperti menerangkan teori berenang, menyetir mobil, naik sepeda, main gitar atau mengetik. Di tingkat knowing that, semuanya bisa diwakili oleh kata-kata yang mudah ditulis, dituturkan dan dipahami. Sebut saja menyetir mobil. Mulailah dengan memposisikan persneling dalam posisi netral. Kemudian, start mesin, injak kopling, masukkan persneling satu, dan seterusnya.
Akan tetapi, membuat knowing that tadi ke dalam knowing how (baca : bisa menyetir mobil, berenang, mengetik atau main gitar), diperlukan jembatan yang lama membangunnya, dan berbeda dari satu orang ke orang lain. Dalam contoh lain, setiap pemula dalam mengendarai sepeda selalu dihantui oleh ketidakyakinan untuk bisa menaiki sepeda. Dicoba memulaipun, akan senantiasa ditandai oleh kesalahan dan sejumlah kebodohan. Tidak jarang terjadi malah membawa resiko kecelakaan yang tidak kecil. Akan tetapi, begitu melewati jam terbang bersepeda tertentu - dan ini berbeda dari satu orang ke orang lain - maka secara otomatis kegiatan bersepeda menjadi mudah dan biasa.
Ini juga terjadi dalam mengetik, Dulu, ketika memulai mengetik, saya mencari huruf dan angka satu per satu. Begitu semuanya menjadi biasa, jari-jari seperti memiliki mata dan menemukan huruf dengan mudah dan cepatnya. Dalam bahasa psikologi, it's unconsciously constructed.
Atau secara espoused theory, semuanya menjadi bisa dicapai ketika sesuatu itu menjadi kebiasaan. Persis seperti kesempurnaan ayunan stik golf Tiger Wood yang dibiasakan sejak ia berumur dua setengah tahun. Dan sesederhana apapun sebuah espoused theory, ia tetap tidak bisa menggantikan proses pengalaman yang harus terjadi dalam diri setiap learner.
Ini semua berarti, rangkaian pengalaman (knowing how) yang sifatnya amat pribadi dan unik, memiliki sifat dan karakter yang berbeda dengan teori sekolahan (knowing that). Asumsi sekolah manajemen yang saya tahu, knowing that bisa mempercepat terinternalisasinya knowing how. Dan ini sudah menjadi keyakinan sekolah manajemen dalam kurun waktu yang amat lama. Harvard dengan kebanggaannya akan metode kasus,
Namun, di sinilah letak seninya manajemen. Ia tidak pernah menampakkan wajah tunggal yang menjemukan. Namun, senantiasa indah berwarna-warni seperti pelangi. Dalam kasus tertentu, asumsi sekolah manajemen di atas memang ada benarnya. Dalam kasus yang lain, knowing that bukannya mempercepat malah membelenggu proses menuju knowing how.
Saya sendiri mengalaminya. Di tingkatan di mana inovasi dan kreativitas menjadi satu-satunya sumber energi kemajuan, knowing how tidak memerlukan kehadiran dan pacuan knowing that. Dalam banyak keadaan terjadi, knowing that bahkan menjadi racunnya knowing how. Atau, lebih baik tidak tahu knowing that-nya manajemen, dibandingkan tahu tapi diperangkapnya kita sampai beku.
Di titik ini, kalau Krishnamurti pernah membawa orang ke dunia Freedom From The Known, saya berharap bisa membawa Anda ke dunia Freedom From Management. Sebuah semesta berfikir, di mana semua filter manajemen sudah bersih dari kepala. Dan fresh mind hadir di hampir semua kesempatan. Mirip dengan ikan Arwana yang diletakkan bersama-sama ikan kecil yang siap disantapnya dalam satu aquarium. Namun, di tengahnya disekat dengan kaca tembus pandang. Setiap hari ikan Arwana tadi mau makan ikan kecil tadi. Dan setiap kali itu juga ia bertabrakan dengan kaca penyekat.
Setelah sekian waktu berlalu, dan ikan Arwana kelihatan capek dan kesakitan menabrak kaca, bukalah sekat kaca di tengah tadi. Bisa diramalkan, ikan Arwana tidak berani memakan ikan kecil tadi. Demikian juga ikan kecil yang tidak berani menyeberangi bekas sekat kaca tadi.
Nah, kalau ikan Arwana fikirannya perlu dibebaskan dari sekat yang membelenggu, kitapun perlu segera membebaskan diri dari sekat-sekat manajemen. (Gede Prama)
Komentar