Langsung ke konten utama

Belajar memaknai belajar



Pada suatu ketika ujian hampir tiba, semua siswa SD terlihat tetap bersemangat untuk bermain dengan rekan-rekannya yang lain. Bahkan kesibukan ditambah dengan datangnya musim pancaroba yang dikenal dengan musim banyak angin, jadilah bermain layangan di sore harinya. Menarik dan menyenangkan !! Jadi bagaimana kisah ujian tadi ?! terlupakan…dan TERLALU !!

Kebetulan dan alhamdulillahnya juga…, orang tua saya khususnya ibu telah menanti dengan berbagai buku bidang studi, ada IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, Agama, IPS, dan lain sebagainya. Walah !! teriak saya dalam hati…, badan lelah seharian bermain… dan mata pun terasa berat untuk memulai belajar. Saya merasa pada saat itu ‘belajar’ merupaka saat yang sangat mencekam. Apalagi jika saya tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas dari ibu, saya akan berkurang jam tidur saya saat itu. Aduuhhh… kenapa mesti belajar sih??!! Padahal di sekolah nggak gitu-gitu banget dech !! Cape dech !!

Pertanyaan demi pertanyaan terus di lontarkan dari Ibu, waktu seperti bergerak sangat lama…, hal ini yang dirasakan setiap menghadapi ujian yang akan datang sebentar lagi. Pertanyaan nakal kembali hadir dalam benak saya, kenapa pakai ujian sih ?? hehehe….pakai tertawa lagi..(sungguh TERLALU!!!)

Belajar menurut saya merupakan sebuah proses yang terjadi selama kita hidup. Ilustrasi di atas merupakan hanya sebagian kecil dalam kita belajar. Sensasi belajar ada dua yang dapat dirasakan, yaitu ‘mencekam’ dan ‘menyenangkan’. Kenapa ? kita akan coba melihat satu-satu dari kedua sensasi ini.

‘Mencekam’ kata ini akan dapat dirasakan jika secara mental diri merasa belajar bukanlah sebuah prioritas sehingga menimbulkan keengganan hingga penolakkan. Kenapa belajar bukan merupakan prioritas?? Karena tidak semua orang memandang bahwa belajar adalah identik dengan sekolah, ulangan umumm ujian, pengawas, lulus dan tidak lulus, dan sebagainya. Sejak awalnya ketika diperkenalkan dengan institusi yang katanya sangat peduli akan perkembangan pendidikan justru saya semakin kehilangan makna dan filosofi dari sebuah kata belajar. Kenapa hari-hari saya pada saat belajar bukan merupakan hari yang menyenangkan seperti pada saat kita bermain dengan teman atau hobi kita. Apakah kita tersesat pada hutan belajar ??

Sebelum sampai kata ‘menyenangkan’ saya kembali bercerita mengenai sebelum berkenalan dengan institusi pendidikan yang ada. Saya begitu hapal dengan tokoh-tokoh yang mempengaruhi dunia ini. Saya begitu senang untuk membuat tulisan kecil setelah saya membaca. Saya begitu antusias dalam membaca buku-buku sejarah dari novel hingga otobiografi. Saya merasakan kehausan yang tak terkira dan sangat berbeda, waktu begitu sangat cepatnya…Asyikkk inilah yang dikatakan saat yang menyenangkan. Percaya atau tidak sensasi ini telah lama menghilang dan terkubur dalam- dalam.

Bisa dibayangkan bahwa ketika diri sudah kehilangan semangat untuk belajar, mau jadi apa?? Apakah dunia ini berhenti ketika kita berhenti belajar ?? jawabnya TIDAK !!
TIDAK !! BELAJAR ITU MENYENANGKAN…, saya seperti kembali pada masa kecil saya yang menyenangkan. Tapi untuk membuat pernyataan tersebut bukanlah hal yang mudah. Karena musuh terberat adalah DIRI kita sendiri !! terkungkung dalam lingkungan dan institusi yang justru menghilangkan makna belajar membuat diri menjadi kehilangan arah, mentalitas lemah, follower, kreativitas mandeg, jiwa kerdil, otak menciut, dan tidak menjadi apa-apa dan bahkan menjadi potensi pembuat onar sejati. Kenapa ?? karena tidak dapat berpikir dan merasa semuanya terbatas terjadi ‘rebutan’ yang pastinya dengan segala cara dan upaya…Waduh Kacau !!

Memutus rantai bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan energy yang luar biasa. Namun bukanlah hal yang sulit juga untuk dilakukan selama bisa jujur pada diri sendiri. Hanya sebuah pertanyaan sederhana yang harus anda dan kita semua jawab, tidak hanya dijawab dengan kata-kata, namunjuga dari hati, ‘Apakah belajar itu penting bagi kita?’ dan hilangkan semua yang namanya tapi ini, tapi itu dan tapi-tapi yang lain. Itu adalah kehendak yang fitrah. Kenapa fitrah…yaitu kita kembali sebagai sejatinya seorang manusia… diberi akal dan hati untuk digunakan dengan baik. Kita hanya mengembalikan kebiasaan yang membawa kita jauh dari kefitrahan manusia menjadi kembali kejalurnya. Dunia ini diciptakan untuk manusia-manusia yang mau menggunakan pikirannya untuk membaca kekuasaan sang pencipta yang luar biasa agar dapat mensyukuri nikmat yang telah diberikannya.

Belajar bukanlah melulu untuk nilai, ijazah, status social di masyarakat, namun justru kesungguhan seorang individu dalam belajar adalah semampu apakah ia dapat bersyukur. Setelah saya melakukan perenungan diri, ternyata masih banyak hal dalam diri untuk terus dapat belajar di dunia yang luas ini. Percaya atau tidak…ilmu yang saat ini dimiliki seperti sebuah ujung jari tangan yang dicelupkan dalam lautan yang sangat luas dan kemudian diangkat hingga tidak terkena air, dan air yang menempel itu adalah ilmu yang dimiliki. Jujur..,sikap cepat puas yang membuat jari kita terangkat dari celupan air. Pada hal kita harus tetap menyelami kehidupan kita hingga waktu yang diberikan kepada kita habis dan berakhir. Maknailah belajar dan jadilah orang-orang yang bersyukur serta berbuatlah ke’baik’an di muka bumi ini, bagi diri, orang lain dan lingkungan.

Terima kasih yang tak terkira kepada Ibu dan Bapak, guru/dosen, ustadz, teman-teman, buku dan internet serta alam yang luar biasa yang membuat belajar menjadi indah dan menyenangkan…, Nyalakan api semangat belajar mu SOBAT !!

wicaksana@februari 2009


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga