Semangat pagi SOBAT 1ndONEsia....entah kenapa beberapa hari
ini sedang berpikir mengenai “sosok” kepahlawanan. Ketika saya ada waktu
membuka tulisan sahabat saya, Pak Fietra terkait dengan minimnya pengetahuan
mengenai sosok kepahlawanan di negeri sendiri. Kita sering melihat Pahlawan
negara-negara lain, kita bangga dan asyik melihatnya...perlahan-lahan kita
mulai meninggalkan pahlawan-pahlawan kita sendiri. Tulisan Pak Fietra begitu
bagusnya menggugah rasa malu, karena saya sendiri telah jauh untuk mengenal
sosok pahlawan – pahlawan negeri ini.
Tiba-tiba saya melihat angka 1 pada facebook saya, kemudian
dari membaca tulisan Pak Fietra, saya beralih melihat facebook saya, ada message
dari mana? Ternyata dari group sekolah saya mengabarkan bahwa Pak Sumarkidjo –
merupakan salah seorang dosen, pengajar dan GURU saya - telah meninggal.
Sungguh sebuah moment yang tepat, dikala saya sedang
bergulat dengan “kepahlawanan”, beliau adalah salah seorang legenda dan juga
seorang pahlawan bagi saya. Beliau memang seorang pahlawan perjuangan
kemerdekaan RI. Namun kepahlawannya bukan sekedar pahlawan yang berperang saja,
namun beliau sosok Pahlawan dengan KETELADANAN.
Kembali ke masa kuliah, pada saat itu merupakan kuliah
pertama saya di sebuah sekolah ikatan dinas. Pagi itu – jam 7 pagi – pelajaran
pertama dimulai. Karena saya dan teman-teman yang lain baru mulai perkuliahan dan terlihat
ketegangan muka pada 21 orang mahasiswa termasuk saya. Masuklah seorang
bapak-bapak tua dengan usia sekitar 70 tahunan dengan memakai baju safari
abu-abu dengan tas kulit hitamnya yang diapit tangannya. Kemudian beliau
menyapa kami dengan gaya dan senyumnya yang khas. Matanya yang tajam menatap
kami satu pesatu dibalik kacamatanya.
Saya telah mendengar kesohoran beliau ini dari senior-senior
saya. Korban “tidak lulus” oleh beliau sangat banyak. Sehingga beliau memiliki
gelar sebagai “Dosen Killer”. Semakin enegangkanlah kelas pada pagi itu. Dengan
posisi duduk siap, beliau mulai memperkenalkan diri. Beliau mengambil spidol
dan mulailah menulis. Beliau menulis “OJDIKRAMUS”. Wah...nama yang unik pikir
saya. Kemudian beliau bertanya, apakah sudah ada yang telah mngenal
beliau? Lho bukannya namanya sudah
ditulis di whiteboard, kenapa masih bertanya. Semua masih terlihat tegang,
walaupun mata kuliahnya masih pengantar. Kemuian ada yang angkat tangan dan
menyebut nama yang ada di whiteboard. Beliau hanya tersenyum. Dan beliau
memberitahukan nama beliau dengan membaca terbalik dari tulisan itu. Inilah
pertama kali saya mengenal ilmu kriptologi. Seperti kata rekan –rekan senior,
beliau langsung bertanya ke masing-masing mahasiswa yang ada di kelas itu. Bisa
dibayangkan dengan mahasiswa sebanyak 22 orang dengan jam kuliah selama kurang
dari 3 jam, pastilah akan kena ditanyakan. Deg..deg..deg...selama kuliah
pengantar, dahsyaaat rasanya seperti berlari sepanjang waktunya.
Pada suatu saat, saya pernah mendapatkan nilai 1 (satu)
untuk kuliah beliau. Dan saya diberikan hasil ujiannya paling akhir karena
nilai buruk yang saya terima dibandingkan rekan-rekan lainnya. Beliau langsung
berkata “harusnya kalian Belajar bagaimana Belajar, bukan cuma we..we..we.we
saja” maksudnya dari beliau adalah belajar bagaimana belajar dengan benar bukan
Cuma sekedar menghafal saja. Dan saat itulah saya menyadari harus memperbaiki
cara belajar saya. Kemudian setelah perkuliahan saya mendatangi beliau untuk
meminta arahan terkait nilai yang buruk dan bagaimana caranya dapat belajar.
Beliau begitu ramah bukan marah...inilah esensi belajar, membangun respect
terhadap satu dengan yang lainnya..bukan menjatuhkan. Beliau hanya
bilang...saya harus dapat lebih fokus dalam belajar. Justru kenapa saya merasa
bangga mendapat nilai jelek jika beliau yang memberikan nilai. Saya merasa itu
angka yang pantas buat saya dibandingkan dengan beliau yang saya anggap
merupakan sosok yang sangat tepat dikatakan sebagai seorang GURU.
Suatu saat ada kegiatan ulang tahun emas dan ada kegiatan
napak tilas dari Jogja, Dekso dan Banaran. Saya melihat sosok belia menuntaskan
napak tilas tersebut. Perlahan dan beliau tidak pernah diam menceritakan
perjalanan napak tilas beliau dengan Jendral TB Simatupang. Dengan ditemani
tongkat selama perjalanan. Namun beliau sampai titik terakhir tidak menampakkan
kelelahan mental. Beliau tetap semangat dengan usianya yang bukan terbilang
muda.
Entah kenapa jika berhadapan dengan beliau, saya selalu
merasa terharu dan bangga pernah mengenal sosok beliau. Dan beliaulah yang
membangun mental saya dalam kegiatan saya hingga saat ini. Dan beliaulah juga
yang saya menyadari arti pentingnya belajar untuk setiap saatnya. Dari beliaulah
saya juga saya belajar mengenai semangat. Karena dengan semangat itu, akan
membuat dunia sekitarnya akan bersemangat juga.
Selamat jalan Pak Sumarkidjo, segala keteladanan yang pernah
Bapak sampaikan akan kami lanjutkan untuk membangun bangsa 1ndONEsia jauh lebih
baik lagi...amiin
Komentar