Dalam hidup dan kehidupan kita di tengah-tengah masyarakat tidak mungkin tanpa adanya proses umpan balik. Dengan bertanya kepada seseorang tentang sesuatu hal dan kemudian direspon maka itulah umpan balik. Bahkan dengan mendengar saja ucapan seseorang dan kemudian disimak maka akan timbul reaksi berupa umpan balik. Dengan demikian dari umpan balik, tiap individu akan memperoleh manfaat. Bagaimana umpan balik di dunia kerja?dan bagaimana juga umpan balik dari hasil test atau psikotest atau asessment individual.
Umpan balik sangat erat hubunannya dengan belajar dan perubaha perilaku. Tanpa umpan balik dari manajer, karyawan tidak memiliki kapasitas untuk merefleksikan, mengubah, dan memelajari sesuatu. Model akuntabilitas yang diterapkan membutuhkan karyawan yang mengetahui bagaimana mereka mengerjakan sesuatu berdasarkan pada informasi dan standar yang jelas dan tidak ambigu. Dengan demikian mereka dapat memodifikasi apa yang mereka kerjakan di masa datang. Mungkin cacat terbesar adalah jika umpan balik tidak memberikan atau mendapatkan hasil sama sekali. Sehingga jika ada pertanyaan “sebenarnya boleh tidak ya saya mendapatkan hasil atau informasi tentang diri saya setelah psikotest ini?”, jawabannya adalah “Bisa!”. Sebuah tes apapun hasilnya harus dikomunikasikan kepada individu yang ditestkannya tersebut. Agar individu tersebut mngetahui hasil dari waktu yang telah ia gunakan dalam kurun tertentu dan hasilnya bisa digunakan sebagai informasi baru untuk mengambil langkah berikutnya. Ini yang disebut dengan pembelajaran. Sehingga individu tersebut bisa meningkatkan kualitas dirinya saat ini.
Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya umpan balik. Para manajer mungkin segan untuk berbagi berita negatif karena takut menyakiti hati karyawan. Apalagi kalau manajer kurang berani berucap terus terang. Padahal sebenarnya para karyawan perlu tahu. Dan ke-tidakterus terangan manajer bisa mengakibatkan umpan balik menjadi kurang efektif. Untuk itu apa kriteria umpan balik yang efektif? Kriterianya terdiri dari umpan balik harus dilakukan segera, taatasas (konsisten), terpantau, jujur, perubahan perilaku, dan ada tindak lanjut (Dave Ulrich dan Norm Smallwood; How Leaders Build Value,2003). Mungkin saja keseganan ini terjadi karena kekurang pahaman terhadap materi yang akan diumpanbalikkan kepada karyawan. Saya coba sederhanakan dalam kasus sehari-hari, misalnya hal miskomunikasi dan miskonsepsi kerap terjadi di tengah-tengah para pelaku praktis, baik karyawan atau manager dan professionalnya itu sendiri. Saya petikkan dari hasil psikotest, yang menurut saya sendiri melihat dari isinya belum mencerminkan laporan yang berorientasi pada pengembangan.
“ Kriteria penilaian tergolong rendah potensi. Perilaku kerjanya yang cenderung negatif dikhawatirkan kedepannya ia kurang mampu meningkatkan kinerjanya agar lebih baik lagi dari sebelumnya. Apalagi ia kurang bertanggung jawab dalam bekerja, ketika ia melakukan kesalahan dalam bekerja maka ia tidak mau menanggung resikonya bahkan bukan tidak mungkin akan menyalahkan rekan kerjanya yang lain sehingga hal ini dapat menimbulkan suasana kerja yang kondusif. Selain itu, ia memiliki kecenderungan mudah menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan pihak perusahaan, karena kurang jujur.”
Jika hal ini adalah laporan untuk rekrutmen dan seleksi mungkin keputusan manager akan lebih mudah untuk mengatakan tidak untuk kandidat ini. Namun akan lain hal jika hasil ini adalah hasil dari evaluasi pskologis dari karyawan yang sudah bekeja lama di perusahaan kita. Saya membayangkan jika saya jadi seorang manager atau atasannya, bagaimana saya mengkomunikasikan hasil evaluasi psikologis tersebut ke individunya tersebut. Secara konten saja saya sudah tidak percaya. Hal seperti ini masih kerap kali terjadi dalam dunia praktis. Nah, bagaimana kita menyikapi seandainya ada yang “mblesetnya nuemen” begini, sementara kita juga masih punya keyakinan hasil test ini bisa jadi ada benarnya juga. Adakah cara untuk memverifikasi “ini yang benar yang mana aja ya?”.
Kembali pada filosofis psikotes adalah untuk mendapatkan gambaran POTENSI seseorang sedangkan laporan hasil kerja yang didapat adalah gambaran PERFORMANCE seseorang. Dari hal ini saja kita sudah mengetahui hasil psikotes bisa jadi bertolak belakang dengan hasil performancenya. Tentu saja yang bisa menjelaskan dengan detail adalah psikolog atau assesor yang melaksanakan asessment. Hasil laporan psikotes maupun performance tes memang tergantung dari kepiawaian psikolog maupun assessor yang terlibat. Sebagai praktisi HRD harusnya tahu bahwa sumber data hasil psikotes beda dengan data hasil performance tes. Potensi seseorang bisa jadi tidak akan terungkap selama ia bisa berpenampilan baik dlm bekerja. Namun jangan lupa seseorang yang memiliki performance baik belum tentu dapat dieksplore menjadi yang terbaik karena potensinya tidak memungkinkan utk itu. Jadi psikotes dan performance hasil kerja adalah data yang saling melengkapi. Bila hasilnya sama atau searah artinya karyawan tersebut memiliki potensi dan performansi yang saling menunjang sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. Sedangkan bila hasilnya bertolak belakang antara hasil psikotes dan performance kerjanya selama ini berarti karyawan tersebut perlu konseling lebih lanjut tentang harapan karirnya seperti apa.
Mengenai umpan balik mengenai hasil psikotes penting untuk disampaikan. Jika melihat komponen yang terlibat yaitu, testee itu sendiri, perusahaan mungkin dalam hal ini HRD, dan Psikolog baik yang dari dalam perusahaan (internal) dan atau dari luar perusahaan (external). Umpan balik tidaklah langsung disampaiakn ke testee-nya, namun hasi evaluasi psikologis harus disampaikan dahulu kepada pihak organisasi melalui HRD-nya setelah hasil evaluasinya keluar. Hal ini perlu menyamakan persepsi bahasa antara psikolog dan manajemen. Jika melihat proses ini, merupakan media pembelajaran yang apik buat keduabelah pihak dalam menegakkan data. Setelah terjadi kesepakatan “bahasa” diantara mereka, barulah mereka menentukan siapa yang akan mengkomunikasikan hasil valuasi tersebut, apakah manajemen atau psikolognya. Jelas jika terjadi kesepakatan yang akan dilakukan adalah orientasi pengembangan karyawan. Sehingga sasaran umpan balik yang akan dilakukan harus dapat memberikan “awereness” dan keinginan untuk berubah.
Setelah ada kesepakatan tersebut, umpan balik harus dilakukan dengan SEGERA. Mengapa umpan balik harus dilakukan segera?. Ini berguna karena dapat dengan cepat mudah dipahami karyawan. Kalau umpan balik ditunda maka akan kehilangan makna dan pengaruh. Itulah sebabnya, telaahan kinerja tahunan yang dibuat jangan dipandang sebagai satu-satunya umpan balik. Demikian juga dengan hasil evaluasi pikologis. Para karyawan membutuhkan umpan balik sepanjang tahun, tidak hanya pada kejadian tertentu saja. Tidak harus menunggu akhir tahun atau setelah di tes psikologi. Umpan balik juga harus fokus pada pola perilaku keseluruhan karyawan. Kemudian mengeksplor mengapa pola yang tidak diinginkan bisa terjadi. Setelah itu ditelaah satu atau dua pendekatan yang dianggap terbaik untuk memperbaikinya. Umpan balik pun harus dapat dimonitor dan dipahami langsung oleh karyawan sendiri. Jadi bukan oleh orang lain. Sehubungan dengan itu umpan balik harus disampaikan secara jujur, langsung dan diam-diam kepada setiap individu. Anggap saja sebagai cermin yang membantu karyawan untuk belajar dan berubah.
Selain itu umpan balik harus berorientasi spesifik pada masa depan. Apa yang seharusnya; bukan terpaku pada obsesi apa yang telah terjadi. Umumnya para karyawan enggan membahas masa lalu yang negatif. Sebaliknya mereka lebih bersedia bagaimana sebaiknya di masa depan. Karakteritik yang terakhir dari umpan balik adalah harus bisa ditindaklanjuti. Tidak jarang umpan balik hanya berhenti sebatas pada wacana. Sekedar untuk sampai pada pertambahan pengetahuan tentang sesuatu. Dalam konteks program dan kepentingan individu karyawan dan perusahaan, tindak lanjut menjadi sangat strategis. Dari umpan baliklah proses pembelajaran dan perubahan seharusnya bisa berlangsung efektif. (Wicaksana, 2011)
Kami ingin mengundang Sobat Profesional khususnya rekan-rekan dari Psikologi dan HRD untuk dapat kumpul dan sharing di akhir minggu ini dengan tema bagaimana memberikan umpan balik hasil evaluasi psikologis. Mengenai info dapat dilihat di http://www.humanikaconsulting. com/index.php?action=news& newsAct=detail&id=44
Komentar