Harus senantiasa disadari bahwa sebuah tim selalu terdiri dari sejumlah anggota dengan kemampuan masing-masing yang beragam. Harus pula dihayati bahwa keragaman kemampuan dan kompetensi yang dimiliki setiap anggota merupakan asset dan kekayaan dari tim yang bersangkutan. Ini dapat terjadi apabila setiap orang menyadari bahwa tugas-tugas yang akan dikerjakan bersama tidak bertitik berat pada kemampuan tertentu saja, entah fisikal atau intelektualitas. Adalah keliru apabila sebuah tim SAR (Search and Rescue) hanya mengandalkan kemampuan fisik semata ataupun tim Bridge hanya mengandalkan kemampuan otak (kiri) saja. Keduanya sangat diperlukan sesuai dengan proporsi kegunanaanya.
Tim sering digambarkan sebagai sesosok tubuh yang terdiri dari beraneka ragam anggota, mulai dari yang dianggap vital seperti jantung, otak atau paru-paru, hingga yang dinilai kurang vital seperti jempol kaki atau yang dipandang ‘jorok’ yaitu (maaf) anus. Faktanya semua organ itu penting dan menentukan keberhasilan tubuh melakukan aktivitasnya. Anda tentu tidak dapat bekerja tenang bila perut mulas tetapi tidak bisa buang air besar karena lubang pembuangan anda itu sedang terkena radang berat infeksi atau ada bisul matang persis diujung lubang. Atau anda tidak dapat beraktivitas optimal bila ujung jempol kaki menderita abses karena ‘canthengan’ tergerus ujung kuku.
Keutuhan dan soliditas sebuah tim juga jamak dilambangkan dengan susunan jigsaw puzzle yang saling berkait erat melalui interlocking (saling mengunci) antara kepala puzzle yang satu dengan leher puzzle lain yang menyempit. Ketiadaan satu keping puzzle saja akan mengurangi keutuhannya, bahkan dapat menghilangkan pesan dari citra yang ingin disampaikan.
Kesadaran pentingnya peran setiap angota akan menumbuhkan rasa menghargai (respek) serta rasa saling membutuhkan. Tidak ada ego yang merasa diperlukan lebih dari yang lain. Dan rasa menghargai menuntun pada sikap dan tutur kata yang santun serta kesediaan mendengarkan. Sikap saling menghargai tersebut akan memperkuat suasana keterbukaan komunikasi yang telah tercipta sebelumnya.
Perlu disadari bahwa kekuatan sebuah tim bukan terletak pada anggota yang memiliki kemampuan paling tinggi, melainkan pada anggota yang paling lemah. Perhatikanlah sebuah rantai besi. Jika ditarik dengan kekuatan tertentu hingga putus, maka dibagian terlemah dari rantai itulah yang terputus dan kita mengatakan bahwa kekuatan rantai itu adalah sebesar kekuatan yang memutuskan itu.
Harus diingat bahwa esensi tim adalah mendaya-gunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh setiap anggota. Maka setiap individu hendaknya mengambil peran dalam tugas bersama itu. Dengan begitu, rasa hormat yang telah tumbuh hendaknya dilanjutkan dengan memberikan kepercayaan penuh kepada setiap anggota yang akan melaksanakan tugasnya sesuai peran dan porsinya setelah disepakati bersama. Jangan terlalu menguatirkan anggota yang dianggap lemah pada bidang itu dan tabu hukumnya untuk mengambil alih pekerjaan yang sedang dilakukan karena andapun harus melakukan porsi anda. Pengambil-alihan tugas akan mendemotivasi yang bersangkutan untuk selanjutnya. Yang perlu dilakukan adalah berbagi pengetahuan dan keterampilan kepada yang lemah dan memberikan semangat serta dorongan bahwa dia mampu.
Ketika sebuah tim harus melewati titian batang pohon kelapa yang melintang rendah diatas sebuah kolam dan diseberang sana harus menyelesaikan suatu tugas, tim bersepakat para anggota pria akan melaluinya terlebih dahulu dan berharap dapat menyelesaikan tugas di seberang sementara menanti para anggota wanita, yang biasanya tidak terampil atau takut meniti diatas balok, tiba di tujuan. Begitu tiba di seberang, para pria perkasa itu segera sibuk terlibat pada tugas berikutnya tanpa peduli terhadap para wanita yang terseok-seok dan terengah-engah mengangkat lalu menggeser tubuh mereka kedepan dalam gaya menunggang kuda batang kelapa sambil bergelut dengan rasa takut. Alhasil, ternyata para pria itu gagal menyelesaikan tugas barunya itu dan hanya berhasil ketika para wanita itu berhasil menyeberang dan memberikan ide-ide penyelesaiannya.
Kasus ini menunjukkan adanya rasa tidak percaya pada kemampuan anggota lain (para wanita) dapat menyeberang dengan baik dan berkontribusi pada tim di tugas berikutnya. Selain tidak percaya, para pria itu jelas telah mencederai nilai integritas yang semestinya mereka pegang teguh.
Tim sering digambarkan sebagai sesosok tubuh yang terdiri dari beraneka ragam anggota, mulai dari yang dianggap vital seperti jantung, otak atau paru-paru, hingga yang dinilai kurang vital seperti jempol kaki atau yang dipandang ‘jorok’ yaitu (maaf) anus. Faktanya semua organ itu penting dan menentukan keberhasilan tubuh melakukan aktivitasnya. Anda tentu tidak dapat bekerja tenang bila perut mulas tetapi tidak bisa buang air besar karena lubang pembuangan anda itu sedang terkena radang berat infeksi atau ada bisul matang persis diujung lubang. Atau anda tidak dapat beraktivitas optimal bila ujung jempol kaki menderita abses karena ‘canthengan’ tergerus ujung kuku.
Keutuhan dan soliditas sebuah tim juga jamak dilambangkan dengan susunan jigsaw puzzle yang saling berkait erat melalui interlocking (saling mengunci) antara kepala puzzle yang satu dengan leher puzzle lain yang menyempit. Ketiadaan satu keping puzzle saja akan mengurangi keutuhannya, bahkan dapat menghilangkan pesan dari citra yang ingin disampaikan.
Kesadaran pentingnya peran setiap angota akan menumbuhkan rasa menghargai (respek) serta rasa saling membutuhkan. Tidak ada ego yang merasa diperlukan lebih dari yang lain. Dan rasa menghargai menuntun pada sikap dan tutur kata yang santun serta kesediaan mendengarkan. Sikap saling menghargai tersebut akan memperkuat suasana keterbukaan komunikasi yang telah tercipta sebelumnya.
Perlu disadari bahwa kekuatan sebuah tim bukan terletak pada anggota yang memiliki kemampuan paling tinggi, melainkan pada anggota yang paling lemah. Perhatikanlah sebuah rantai besi. Jika ditarik dengan kekuatan tertentu hingga putus, maka dibagian terlemah dari rantai itulah yang terputus dan kita mengatakan bahwa kekuatan rantai itu adalah sebesar kekuatan yang memutuskan itu.
Harus diingat bahwa esensi tim adalah mendaya-gunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh setiap anggota. Maka setiap individu hendaknya mengambil peran dalam tugas bersama itu. Dengan begitu, rasa hormat yang telah tumbuh hendaknya dilanjutkan dengan memberikan kepercayaan penuh kepada setiap anggota yang akan melaksanakan tugasnya sesuai peran dan porsinya setelah disepakati bersama. Jangan terlalu menguatirkan anggota yang dianggap lemah pada bidang itu dan tabu hukumnya untuk mengambil alih pekerjaan yang sedang dilakukan karena andapun harus melakukan porsi anda. Pengambil-alihan tugas akan mendemotivasi yang bersangkutan untuk selanjutnya. Yang perlu dilakukan adalah berbagi pengetahuan dan keterampilan kepada yang lemah dan memberikan semangat serta dorongan bahwa dia mampu.
Ketika sebuah tim harus melewati titian batang pohon kelapa yang melintang rendah diatas sebuah kolam dan diseberang sana harus menyelesaikan suatu tugas, tim bersepakat para anggota pria akan melaluinya terlebih dahulu dan berharap dapat menyelesaikan tugas di seberang sementara menanti para anggota wanita, yang biasanya tidak terampil atau takut meniti diatas balok, tiba di tujuan. Begitu tiba di seberang, para pria perkasa itu segera sibuk terlibat pada tugas berikutnya tanpa peduli terhadap para wanita yang terseok-seok dan terengah-engah mengangkat lalu menggeser tubuh mereka kedepan dalam gaya menunggang kuda batang kelapa sambil bergelut dengan rasa takut. Alhasil, ternyata para pria itu gagal menyelesaikan tugas barunya itu dan hanya berhasil ketika para wanita itu berhasil menyeberang dan memberikan ide-ide penyelesaiannya.
Kasus ini menunjukkan adanya rasa tidak percaya pada kemampuan anggota lain (para wanita) dapat menyeberang dengan baik dan berkontribusi pada tim di tugas berikutnya. Selain tidak percaya, para pria itu jelas telah mencederai nilai integritas yang semestinya mereka pegang teguh.
Komentar