Allahu Akbar…Allahu Akbar Wa lilla Ilham…gema takbir berkumandang. Pagi hari nan cerah namun tidak terik terasa dan balutan embun pagi yang membasahi rerumputan. Seruan takbir menghantarkan hari Iedul Adha. Semarak dan hikmat. Seperti pemandangan yang sangat lazim, sebagian besar diwarnai banyaknya kambing dan sapi di pinggiran jalan. Yah..iedul Adha merupakan lebaran haji, bagi yang memiliki rezeki dapat melakukan kurban berupa kambing dan atau sapi.
Kurban atau berkurban, hal ini dikisahkan dari nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Dimana Nabi Ibrahim A.S. mendapatkan perintah untuk mengkurbankan anaknya sendiri. Betapa berat dan sedih, dimana anak kesayangannya yang saat ini ada melalui penantian dan pengorbanan yang panjang. Perintah Allah adalah Perintah. Ketika perintah tersebut dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim A.S., tiba-tiba Ismail yang hendak dikurban digantikan dengan kambing. Luar Biasa !! sejak itu, dimulailah berkurban pada saat hari raya Iedul Adha.
Jika kita diposisi Nabi Ibrahim A.S pada saat itu, bisa dibayangkan betapa sulitnya melepas harta yang kita paling sayang – Anak- untuk dikorbankan di jalan Allah. Apapun itu, jika kita telah milki akan sulit kita lepaskan apalagi untuk kita berikan kepada orang lain. Dengan kata lain tidak mudah untuk kita “Berbagi”.
Kenapa kita menjadi tidak mudah berbagi?? Konsepsi “Take and Give” merupakan konsepsi yang membelenggu pikiran kita. Karena apa yang kita telah kita dapatkan dari hasil kerja keras kita selama ini dengan mudahnya kita bagikan kepada orang lain? Karena konsepsi “TAKE” nya dan kemudian GIVE nya menjadi nomor dua, setelah adanya pertimbangan-pertimbangan lain.
Ada sebuah cerita menarik yang saya dapatkan dari sebuah buku “Hadiah Terindah”, yang merupakan seri pertama dari Chicken Soup for the Soul Graphic Novel, kumpulan kisah nyata yang dituangkan dalam bentuk komik.
Alkisah, ada seorang anak berumur belasan tahun bernama Clark, yang pada suatu malam akan menonton sirkus bersama ayahnya. Ketika tiba di loket, Clark dan Ayahnya mengantri di belakang serombongan keluarga besar yang terdiri dari Bapak, Ibu dan 8 orang anaknya. Keluarga tadi terlihat bahagia malam itu dapat menonton sirkus. Dari pembicaraan yang terdengar oleh Clark dan Ayahnya, Clark tahu bahwa Bapak ke-8 anak tadi telah bekerja ekstra untuk dapat mengajak anak-anaknya menonton sirkus malam itu. Namun, ketika sampai di loket dan hendak membayar, wajah Bapak 8 anak tadi nampak pucat pasi. Ternyata uang 40 dollar yang telah dikumpulkannya dengan susah payah, tidak cukup untuk membayar tiket untuk 2 orang dewasa dan 8 anak yang total harganya 60 dollar.
Pasangan suami istri itu pun saling berbisik, bagaimana harus mengatakan kepada anak2 mereka bahwa malam itu mereka batal nonton sirkus karena uangnya kurang. Sementara anak2 nya tampak begitu gembira dan sudah tidak sabar untuk segera masuk ke sirkus. Tiba2 Ayah Clark menyapa Bapak 8 anak tadi dan berkata: “Maaf Pak, uang ini tadi jatuh dari saku Bapak”, sambil menjulurkan lembaran 20 dollar dan mengedipkan sebelah mata nya. Bapak 8 anak tadi takjub dengan apa yg dilakukan Ayah Clark. Dengan mata berkaca-kaca, ia menerima uang tadi dan mengucapkan terimakasih kepada Ayah Clark, dan menyatakan betapa 20 dollar tadi sangat berarti bagi keluarganya. Tiket seharga 60 dollar pun terbayar. Dan dengan riang gembira, keluarga besar itupun pun segera masuk ke dalam sirkus.
Setelah rombongan tadi masuk, Clark dan Ayahnya segera bergegas pulang. Ya, mereka batal nonton sirkus, karena uang Ayah Clark sudah diberikan kepada Bapak 8 anak tadi. Malam itu, Clark merasa sangat bahagia. Ia tidak dapat menyaksikan sirkus. Tapi telah menyaksikan dua orang Ayah hebat.
Cerita di atas mengingatkan saya akan kekuatan memberi. The Power of Giving. Lebih tepatnya lagi “Giving and Receiving”. Karena memberi dan menerima, adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dari cerita diatas, ada dua kebahagiaan yang terjadi dalam aktifitas memberi. Yaitu kebahagiaan bagi yang menerima, dan sekaligus kebahagiaan yang diperoleh si pemberi. Bapak 8 anak yang “diselamatkan” oleh Ayahnya Clark, tentu pada saat itu akan merasa sangat bahagia. Tapi Ayah Clark sendiri juga merasakan kebahagiaan yang sangat luar-biasa.
Konsepsi “Giving and Receiving”, di dunia ini berlaku hukum alam dimana seseorang menanam perbuatan baik akan menghasilkan buah/hasil yang baik juga. Demikian juga sebaliknya. Jika ditanya mengenai waktu, kita bicara saat ini dan masa yang akan datang dengan tidak ada batasan waktu. Kita tidak tahu apa yang kita tanam akan bisa kita tuai pada waktu yang dekat atau bahkan generasi yang kesekian yang akan memperoleh manfaatnya.
Deepak Chopra dalam 7 Spiritual Law of Success mencantumkan “Law of Giving” sebagai hukum kedua untuk sukses. Alam semesta berjalan menurut sirkulasi memberi dan menerima. Coba kita perhatikan. Dalam seluruh fenomena alam, berjalan hukum memberi dan menerima. Manusia menghirup oksigen, dan menghembuskan karbon-dioksida, sementara tanaman, menggunakan karbon-dioksida dalam proses fotosintesa, dan membebaskan oksigen.
Pertanyaan yang paling sering muncul adalah: Apakah yang harus saya berikan? Jawabannya sama dengan pertanyaan: apa yang Anda ingin dapatkan? prinsip memberi dan menerima di atas, apa yang mengalir keluar dari Anda, adalah apa yang akan mengalir kembali kepada Anda. Alam semesta mengikuti hukum ini. Bahkan yang mengalir kembali kepada Anda, selalu lebih besar dari yg mengalir keluar dari Anda, karena semesta jauh lebih besar dari Anda!
Bangunlah kebiasaan dalam memberi, dengan cara terus membangun sikap/mental keberlimpahruahan dalam diri. Caranya adalaha mengembangkan pemikiran positif (mind set) memang butuh niat dan keinginan dan memiliki nyali untuk berbuat. Mental keberlimpahruahan adalah sikap mental dalam memandang dunia yang memiliki banyak sumber daya yang dapat diolah dan disinergikan untuk menghasilkan sesuatu/hal yang memiliki kebermanfaatan buat umat manusia. Sehingga cara pandang yang luas dan penuh harapan membuat kompetisi yang terjadi menuju kepada sebuah sinergi. Individu berlomba-lomba dalam keunikannya untuk menghasilkan yang terbaik buat dirinya, orang lain dan lingkungan.
Yang kedua adalah selalu memberi ‘sesuatu’ untuk orang lain dan lingkungan. Ingat sesuatu itu bukan materi semata namun juga dalam bentuk yang non- materi, seperti senyum, sapaan hangat, Ucapan terima kasih, pujian terhadap jerih payah sesorang, ciuman untuk si kecil, dan banyak lagi yang bisa kita bagikan ke dunia ini melalui orang-orang sekitar kita untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik lagi.
Mensyukuri segala sesuatu yang didapat setiap waktunya, baik suka dan duka, senang dan sedih, karena semua peristiwa jika kita dapat mensyukurinya akan lebih dalam memaknainya dan memudahkan kita untuk dapat mengambil hikmahnya. Perjalanan hidup menjadi lebih tenang, jauh dari rasa takut. Mampu melihat dengan bebas setiap potensi yang ada disekitarnya. Yang pasti kehidupan ini akan menjadi lebih baik.
Terakhir adalah komitmen, dimana kita harus melakukannya disetiap waktu dalam hidup kita. Banyak tantangan yang harus dilalui, semakin besar tantangan yang kita lalui semakin besar juga nilai kebaikan yang bisa didapatkan.
Jadi dengan semangat berkurban, tidak hanya untuk saat ini, Iedul Adha saja namun bisa kita lakukan disetiap waktunya. Berkorban untuk member dan untuk mendatangkan keajaiban-kejaiban yang penuh kebaikan di muka bumi ini.
Ada sebuah kisah humor Sufi. alkisah ada seorang Sufi yang sudah merasa teramat dekat dengan Tuhan nya. Suatu hari ketika sedang berjalan, Sang Sufi berpapasan dengan seorang yang sangat miskin. Tubuhnya kurus kering, tinggal tulang berbalut kulit yang dibungkus dengan kain compang-camping seadanya. Badan nya tergeletak lemas di pinggir jalan, bibirnya mengering, menandakan sudah lama si miskin tidak mendapat makan. Melihat penderitaan si miskin, Sang Sufi pun berteriak protes pada Tuhan nya: “Ya Tuhan, mengapa Engkau tidak lakukan sesuatu untuk orang ini !!“. Sesaat kemudian, terdengar jawaban: “Ya! Makanya Aku ciptakan kamu!“.
Selamat Iedul Adha 1429 H…, dan tetap tebarkan ke’baik’an
Salam SOBAT !!
Komentar