Assalamualaikum Wr. Wb. Dan Semangat
pagi Sobat Indonesia !
Waktu saat ini menunjukkan pukul
22.20 WIB. Berteman dengan suara jarum jam yang terus berputar yang terus
memecah kesunyian malam ini. Begitulah waktu yang terus berjalan tanpa henti.
Sedangkan saya masih khusyuk dengan pikiran saya sendiri.
Kacau memang ! jika telah mengisi
kelas atau pelatihan kepala saya seperti berputar mundur. Cepat sekali, hingga
jantung saya berdebar kencang, bulir keringat pun semakin bercucuran. Tak terasa
kaki dan seluruh tubuh saya melemah seiring putaran mundur di kepala saya. “apakah
saya seperti apa yang saya katakan?” atau hanya sebuah kata yang hanya terucap
saja. Memamg hidup ini penuh kesia-siaan. Jika saya tidak seperti apa yang saya
ucapkan dan juga kata-kata yang saya keluarkan juga bukan doa! Mengerikan!
Kurang lebih sama mengerikan
dengan pekerjaan saya yang satu lagi, yaitu meghisab. Melakukan penilaian dan
memberikan opini dari yang dinilai dari yang tertawa tidak ada sebab sampai
tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan ocehan saya di kelas. Tapi yang saya
ukur ini adalah ciptaanNYA yang tersempurna, yaitu Manusia. Hmmm….manusia
menilai manusia lainnya. Bergidik rasanya! Jelas manusia itu sumbernya
kesalahan, lha wong namanya masalah
itu dihadirkan dari pikiran manusia itu sendiri, karena manusia bisa berpikir,
berkhayal hingga berharap. Teruss…kalau apa yang diharapkan dalam pikiran tidak
terjadi?...masalah dech! Speechless…
Jangan-jangan pekerjaan saya
jugalah yang membuat saya makin kehilangan arah dan makna dalam menjalaninya. Dalam
sebuah seminar kecil, yang dihadiri oleh anak-anak kecil, yang sukanya hal-hal
kecil ditanyakan, saya sampaikan bahwa kita cenderung aniaya terhadap diri kita
sendiri, buktinya apa?
Menurut BPS atau Biro Pusat
Statistik usia hidup manusia Indonesia hingga 70 tahun dan cenderung akan lebih
lama dikarenakan kondisi gizi dan kesehatan yang makin meningkat. Namun jika
kita tanyakan terhadap diri sendiri, jika saya hidup hingga usia yang dikatakan
BPS, pada usia 70 tahun itu saya seperti apa, sedang berbuat apa, dengan siapa…?
(lirik lagunya siapa yuuk..?) Apakah pernah terbayang? Atau belum pernah
mencoba membayangkan? Atau tidak berani membayangkan? Memang usia kita ditangan
sang pencipta, namun sang Pencipta pun menginginkan manusia itu punya rencana
yang baik. Lha wong malaikat sebelah
kanan, Roqib, akan mencatat amal dan ibadah kita walaupun masih sebatas niat
ataupun rencana. Jika usia saya saat ini 17 tahun, saya berpikir saya masih
muda dan perjalanan hidup saya masih panjang, so…saya bisa menikmatinya dulu
selagi muda. Nah ini sangat manusiawi alias manusia bingiits berpikir seperti
ini. Sehingga apa yang dilakukan terhadap tubuh muda ini, pasti akan banyak
disia-siakan.
LUPA…bahwa apa yang kita miliki
adalah asset. Jika asset dapat dikelola dengan baik akan meningkatkan nilai.
Dikelola lho…bukan dipakai sepuas-puasnya! Sehingga disisa hidupnya justru akan
menjadi beban, sdh pasti dirinya sendiri beban dan juga orang-orang
disekitarnya terbebani. Akibat aniaya terhadap dirinya sendiri, karena tidak
memiliki perencanaan yang baik, pengelolaan aset diri dengan tepat sehingga bisa
tumbuh dan berkembang serta berkelanjutan bahkan bisa mewarisi hal-hal yang
baik untuk umat manusia dan lingkungan. Satu hal lagi yang di LUPA kan…probabilitas
Hidup dan Mati yang memiliki peluang yang sama besarnya, fifty-fifty, disetiap waktunya!
Itulah yang saya rasakan, ketika
semua perbuatan yang dilakukan saat ini tidak memiliki jangkar di masa yang
akan datang, apa yang mau kita harapkan pada diri kita…apakah akan memberikan
nilai tambah bagi kehidupan atau sebaliknya menjadi beban alias vector negative
bagi kehidupan. Konsistensi dan keteguhan akan apa yang diyakini untuk
kebenaran terus diperjuangkan. Katanya steven covey adalah begin with the end in mind, mulailah dari akhir, bukan dari awal! Karena
awal adalah NOTHING sedangkan akhir
adalah SOMETHING.
Ada pembelajaran menarik dari
kisah perjalanan para Pandawa mendaki Gunung Mahameru, dimana tokoh-tokoh
pandawa yang berakhir atau meninggal sebelum sampai puncaknya, menggambarkan
seberapa jauh mengabaikan atau tidak peduli akan tujuan sesungguhnya kehidupan.
Dari Drupadi, istrinya Yudhistira, yang meninggal terlebih dahulu dalam
pendakiannya karena di dalam hati kecilnya ia masih mencitai arjuna. Sedangkan yang
berikutnya adalah Sadewa, gagal dalam melanjutkan perjalanan hingga puncak,
dikarenakan adanya kesombongan pada dirinya bahwa ia lebih cakap daripada
saudara-saudara lainnya. Berikutnya adalah Arjuna yang menghembuskan nafas
terakhirnya dalam separuh pendakiannya. Perasaan sombong dan merasa lebih sakti
dan cakap dari yang lainnya, ia tidak dapat melanjutkan perjalanan berikutnya. Tinggal
Bima dan Yudhistira bersama seekor anjing yang ia bawa serta saat bertemu dalam
perjalanan pendakian puncak Mahameru.
Seperti tulisan saya sebelumnya
tentang Bima, merupakan tokoh yang paling lurus dan punya kosistensi terhadap
kebenaran, terkadang sering tampak tidak baik bagi yang lainnya. Ucapan yang
blak-blakan dan apa adanya. Iapun merasa kelelahan. Tubuhnya yang besar dan
kebenaran menjadi jangkar yang ia yakini. Dan meninggal pada perjalanan hingga
menuju puncak mahameru. Hanya karena kesombongannya jualah, merasa lebih kuat
dan tangguh membuatnya akhirnya tumbang dalam pendakian ke puncak Mahameru.
Kini Yudistira yang dibilang orang lemah
masih terus berjalan menuju puncak Mahameru. Ketika sampai dipuncak, seberkas
sinar terang muncul dihadapan Yudistira. Sinar itu kemudian menjelma menjadi
Betara Indra yang menyambut Yudistira. Betara Indra memberi selamat kepada
Yudistira karena dia diperbolehkan masuk kedalam kahyangan dengan jasad
kasarnya. Tetapi sang anjing tidak diperbolehkan masuk kedalam kahyangan.
Mendegar itu, Yudisitra menjawab bahwa dirinya rela tidak masuk kedalam kahyangan
jika anjing yang telah setia menemaninya tidak diperbolehkan masuk. Seketika
sang anjing menjelma menjadi Betara Dharma, ternyata ayah Yudistira sedang
menguji budi luhur anaknya. Dari perkataannya itu terlihat bahwa Yudisitra
merupakan orang yang berbudi luhur tanpa cela.
Kisah ini cuplikan dari kisah
Pandawa Seda. Ketika memaca kisah ini usia 12 tahun, dari komik R.A. Kosasih, sampai
saat ini kisah ini sangat melekat dalam ingatan. Dan kisah ini terus
mengingatkan akan perbuatan yang dilakukan betul-betul diniatkan untuk mendapatkan
ke ridho an Nya. Sedikit kesombongan dan merasa bisa banyak membuat hal itu
menjadi sandungan luar biasa dalam kehidupan. Hal ini yang selalu mengingatkan
saya ketika diberikan kesempatan untuk berbicara di depan banyak audiens,
apakah yang saya sampaikan adalah kebenaran atau kesombongan saya,
astaghfirulloh al adziim! Demikian juga dengan memberikan penilaian terhadap
orang lain, jelas masih jauh dari pantas untuk memberikan penilaian ke orang
lain. Dan tidak akan pernah bisa! Hanya upaya mengelola dan mengembangkan asset
atau modal yang pencipta telah berikan sebaik mungkin di setiap waktunya. “manusia
jauh dari sempurna, namun upaya untuk menyempurnakan diri, membuat manusia
menjadi sempurna”.
Kejarlah dunia ini! karena sang
pencipta membuat manusia dengan sebaik-baiknya makhluk di dunia. Jangan
Nyampah! Pastikan apa yang diperbuat dapat menghasilkan kebaikan dan manfaat
bagi orang lain dan lingkungan serta semesta. Dapatkan Kebaikan dunia sebagai
bekal kehidupan abadi, nantinya. Dalam hidup cobalah untuk bersabar dalam
menghadapi cobaan Ilahi. Jagalah mulut dari perkataan nista yang bisa
mengakibatkan celakanya diri sendiri maupun orang lain. Janganlah serakah
ketika menerima nikmat Ilahi. Jangan pernah takabur dengan kemampuan yang
dikaruniakan pada diri kita. Jangan selalu merasa bisa, tetapi selalulah bisa
merasa. Kalo bahasa latinnya, iso
rumongso, ojo rumongso iso. Supaya
kita ojo dumeh dengan apa yang telah
kita miliki. Hidup di dunia sangat singkat, kehidupan sesungguhnya dan abadi
adalah kehidupan setelah dunia, Wallahu A'lam Bishawab.
Berbagi dan Belajar untuk
Indonesia Lebih Baik !
Wicaksana, 20160420
Komentar