Langsung ke konten utama

Pahlawan Adalah Sikap Hidup





Oleh : Sarwono Kusumaatmadja

BERBINCANG tentang kepahlawanan, tak akan pernah ketinggalan momen, meski kita tmemiliki tanggal 10 Nopember, sebagai hari pahlawan, untuk mengenang pertempuran mempertahankan kemerdekaan di Surabaya beberapa puluh tahun silam, 10 November 1945. Lalu apa konteksnya bagi kita sebagai generasi berikutnya yang hidup hari ini dan akan datang ?

Seperti sebuah mobil yang membutuhkan kaca spion untuk melihat keadaan samping dan belakang, agar dapat melaju ke depan dengan aman, demikian pula kita sebagai bangsa membutuhkan sejarah guna belajar dari masa lalu, meneruskan semangat dan cita-citanya demi hari ini dan masa depan kita sebagai sebuah bangsa yang besar.

Kita dan generasi yang akan datang, selalu akan terus-menerus memaknai kepahlawanan dengan dimensi kekinian sesuai dengan tantangan dan nafas jamannya masing-masing. Bagi kita yang hidup hari ini, makna kepahlawanan bukan pada bagaimana memanggul senjata dan bertempur secara fisik, namun lebih kepada bagaimana memperbaiki carut-marut keadaan bangsa yang terpuruk akibat krisis multi dimensional.

****

SESUNGGUHNYA pahlawan itu bukan sekedar gelar semata, tetapi merupakan sikap hidup. Bila kita mengambil sikap hidup untuk tidak korupsi, kolusi dan nepotisme, maka itulah makna kepahlawanan dalam konteks kekinian. Betapa tidak, bila dengan sikap hidup seperti itu berarti kita telah menyelamatkan kehidupan rakyat dan bangsa kita.

Bahkan sikap kepahlawanan bagi seorang muda, akan muncul dalam bentuknya yang lain. Memberi tempat duduk kepada orang tua, atau perempuan di dalam bis kota, merupakan bentuk lain dari kepahlawanan yang lebih sederhana dan lebih akrab dengan kehidupan keseharian kita. Bukankah prinsipnya tetap sama, meski ia hadir dalam wujud yang berbeda, bahwa pahlawan adalah mereka yang berani mengambil sikap untuk mengorbankan kepentingan pribadinya bagi mereka yang lebih membutuhkan, dan demi kepentingan bersama yang lebih luas?

Kota metropolitan Jakarta yang telah terlanjur dicitrakan sebagai kota yang tak ramah, membutuhkan sikap hidup kepahlawanan seperti itu. Sesuatu yang sederhana dan akrab dengan kehidupan keseharian kita. Arti kepahlawanan tidak harus muluk dan rumit.

Pada konteks yang lebih luas, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kepahlawanan ditunjukkan dengan sikap hidup jujur dan tidak melakukan KKN, baik bagi mereka yang bekerja di sektor pemerintahan maupun mereka yang di sektor swasta. Seorang penegak hukum, akan menunjukkannya dengan tidak menerima suap dan memutuskan perkara hukum dengan seadil-adilnya.

Sikap kepahlawanan dapat pula ditemukan pada orang-orangan yang hidup di pelosok tanah air yang hidup jauh dari hingar bingar publisitas kota-kota besar, yang bekerja tanpa pamrih bagi kelestarian lingkungan hidup. Bahkan para dokter dan mantri Puskesmas serta guru-guru bantu yang juga hidup di daerah pedalaman tanpa fasilitas dan tunjangan gaji yang memadai, namun tetap melakukan kewajibannya tanpa pamrih. Para buruh dan TKI yang bekerja di luar negeri pun, kita menyebutkannya sebagai pahlawan devisa.

Bila pahlawan itu bukan sekedar gelar semata tetapi merupakan sikap hidup, maka itu berarti kepahlawanan merupakan sebuah pilihan, bukan dilahirkan ataupun diciptakan. Kiranya, pada suasana yang masih hangat dalam hari Pahlawan ini, kita dapat menentukan sebuah pilihan untuk berani memutuskan sikap hidup kepahlawanan kita masing-masing. Mulailah dari lingkungan terkecil, dalam rumah kita, keluarga dan lingkungan terdekat kita masing-masing.

Juni 2008



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga