Langsung ke konten utama

Menjadi Dewasa adalah Pilihan, menjadi Tua Pasti (reload)





“Ada banyak cara menjadi dewasa, kadang begitu mudah semudah membaca buku dan menemukan kearifan di tiap lembarnya. Bahkan ada yang lebih mudah, seperti bercermin pada setiap kejadian yang terjadi pada orang lain. Tapi tidak jarang, kita harus menempuh jalan yang begitu berat untuk menjadi dewasa dan sadar. Kita mesti melewati sungai fitnah yang deras, kudu membelah rimba cobaan dengan kerja dan sabar, bahkan kita harus penuh luka sebelum akhirnya memetik hikmah dan menjadi dewasa. Ada yang berhasil, namun banyak pula yang gugur di tengah jalan.”
Jika hal ini kita analogikan pada dunia kerja, khususnya pada diri sendiri, saat ini saya dan kita masih pada proses menuju sebuah ”Kedewasaan”. Tapi yang menjadi hal yang sangat kritis adalah, “bagaimana melalui proses menuju dewasa tersebut dapat dilalui dengan baik?”

Berbagi wacana pemikiran, mengenai menjadi orang yang DEWASA.

Apakah TUA menjadi sebuah ukuran kedewasaan ?. BUKAN adalah jawaban tunggal yang dapat kita yakini dalam proses menuju kedewasaan tersebut. Banyak jalan dan cara untuk menuju sebuah kedewasaan. Tidak harus kita melalui semuanya terlebih dahulu setiap kejadian untuk menjadi dewasa. Tetapi bagaimana kita menyikapi kejadian – kejadian tersebut yang dialami oleh diri kita sendiri maupun oleh orang lain. Kuncinya adalah ”Belajar !”. Semakin kita dapat belajar dengan baik disetiap peristiwanya dapat membuat percepatan dalam menuju kedewasaan.


Memang ”dewasa” tidak selalu identik dengan ”sudah tua”. Penuaan adalah proses phisik yangs emua orang akan alami tetapi ”proses pedewasaan” (maturation process” adalah perkembangan psikolgis yang berjalan sangat bergantung pada ”faktor2 individual” yang dipunyai oleh seseorang. Faktor idvidual inilah yang membuat setiap orang mempunyai individual differences – salah satunya adalah ”kemampuan individu untuk belajar menjadi dewasa”. ”Maturation process is life-long process, so is the learning process” - jadi menjadi dewasa itu bergantung ”mau atau tidaknya” suatu individu untuk belajar. Dan belajar itu bukan harus berada dibangku sekolah, dan tidak semua pembelajaran harus kita alami s endiri. Belajar bisa melalui pengamatan, melihat pengalaman orang lain, mendengarkan orang lain ataupun melalui pemikiran orang – melalui membaca. Dari ittu kalau orang alas membaca, yang sebegitu-begitunya saja yang dia pelajari. Orang menulis atau mengarang buku melalui proses berpikir yang dalam sebelum mencurahkannya dalam tulisan. Tentunya akan sanagt menguntungkan bagi mereka yang mau membaca untuk belajar – itu pendapat pribadi saya. Untuk itu, rumah saya sudah sangat berantakan dengan jumlah buku yang berserakan dimana-mana. Apalagi sekarang ada internet yang begitu kaya sebagai suatu sumber pengetahuan, sungguh suatu Karunia bagi manusia dengan adanya penemuan teknologi oleh manusia sendiri. tetapi bukankah lebih banyak lagi manusia yang menjadi "korban" dari kemajuan yang diciptakannya - karena tidak tahu harus berbuat apa?

Sanggupkah BERTAHAN dan BERHASIL dalam proses menuju kedewasaan ? merupakan sebuah pertanyaan mendasar yang harus ditanyakan ke diri kita masing-masing. ”KOMITMEN” merupakan kunci jawaban dalam menjawab pertanyaan tersebut. Seberapa besar komitmen yang kita miliki untuk mencapai kedewasaan. Jauh sebelum sampai pada sebuah komitmen, ada yang namanya ”KEYAKINAN”. Ini merupakan kata yang harus dimiliki oleh setiap individu sebelum mereka berkomitmen pada sebuah tujuan bersama. Banyaknya perubahan yang ada dilingkungan sekitar kita yang secara reversible mempengaruhi perubahan pada diri kita yang juga mempengaruhi Keyakinan dan komitmen. Proses merupakan subuah tahapan yang cukup panjang dan melelahkan. Jika dianalogikan seperti seorang musafir yang berjalan di padang gurun yang luas, yang tidak tahu kapankah ia akan sampai di sebuah tujuan yang ia inginkan. Jika ia tidak belajar dari kisah-kisah musafir terdahulu, mungkin saja ia tidak akan pernah sampai pada tujuan yang ia inginkan dan bahkan ia akan hilang dan tidak akan ada orang yang akan mengenangnya.


Proses menuju kedewasaan (maturation process) tanpa kita sadari ada 3 jalur – Yang pertama (1) yang melalui jalur akademik (S1, S2, S3 atau latiahan2 formal, ketrampilan, dllnya) jadi sarjana atau tidak orngan akan tetap harus mhidup sesuai dengan usianya dan menginjak 21 tahun dianggap dewasa dan harus sudah ”mandiri”. Jalur yang kedua (2) adalah melalui jalur kematangan pribadi dimulai dengan awal kehidupan kita sebagai bayi sebagai kita mati nanti ( bisa dilihat dari tahap2 menurut Freud,Piaget, Erikson). Tahapan kepribadian ini sangat bergantung tidak saja faktor internal dalam tubuh indibidu tetapi juga lingkungan. Kemapuan belajar juga sangat berbeda2 – ada yang ”mau selalu belajar” dan ada yang ”cuek bebek nggak pedulian” dengans egala yang berlalu didepan hidungnya. Ini yang kita pelajari di psiko perkembangan (developmental psychology) atau kepribadian (personality psychology), khususnya personality psychology sekarang melihat dengan sudut pandang enam ”domains” : dispositional (traits), biological (genetics), intrapsychic (psychoanalytic), cognitive/experiiential (cognitive and emotion), social and cultural, dan adjustment (ini yang diajari bu Yati Lubis – ”kesehatan mental”) domains. Karenanya melihat diri kita adalah suatu keharusan untuk melihat sejauh mana kita mau ”belajar” tentang kehidupan itu sendiri. Kalau dihubungkan dengan pendapat humianistik – khusus Victor Frankl – maka setiap orang akan mencari ”makna hidup” – the meaning of life. Kemampuan orang untuk menemukan ”makna hidup” dan hasil temuan akan sangat berbeda-beda, sangat bergantung pada ”value system” yang dipunyai orang tersebut. ”Commitment”, ”Beliefs”, ”Confidence” adalah sebagaian dari personal values yang perlu dipunyai oleh individu – pasti berbeda-beda setiap orangnya. Ini akan berkaitan dengan ”self-concept” seseroang. Jalur yang ketiga (3) adalah proses maturation sosial – dimana setiap orang – tidak peduli dariman asalnya, pangkat, pendidikan, usia, dlsbnya – ditunut untuk mampu beradaptasi dan berkiprah dalam lingkungannya (mikro, messo ataupun makro). Disnilah kita2 yang tua harus bersyukur bahwa kita dibesarkan tidak dengan dicekoki 144 sks (untuk S1) dalam 8 semester tetapi dibiarkan kita aktif baik dalam lingkungan akademik amupun lingkungan sosial dengan aktif dipelbagai organisasi maupun aktivitas. Alhamdulillah – maturation process yang saya punyai sarat dengan pembekalan kemampuan hidup sosial.


Berbeda dengan seorang musafir yang selalu belajar disetiap kesempatannya. Diawali dengan sebuah keyakinan, ia mulai untuk belajar. Sehingga perjalanan yang ia tempuh tidak hanya berbekal pada keyakinan semata. Namun ia bekali dirinya dengan ilmu dan pemahaman yang mendukung perjalanannya kelak. Dengan keyakinan dan ilmu yang cukup serta peralatan yang mendukung selama perjalan, ia akan lebih siap menghadapi sebuah perjalanan pankjang di padang gurun tersebut. Tetapi kesiapan yang matang ini bukan menjadi indikator keberhasilan dalam menepuh perjalanan tersebut. Dua hal lagi yang harus ia miliki selama perjalanan, pertama adalah ”KEPEKAAN” terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan tersebut menuntut untuk terus belajar dan belajar lagi dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada selama perjalanan. Kedua adalah ”SIKAP MENTAL POSITIF”, yaitu dimana terus mengembangkan kemampuan bertahan dan menyesuaikan diri dalam sebuah perubahan dengaan ”BERPIKIR POSITIF”. Dengan melakukan hal tersebut, rasa lelah, rasa putus asa, rasa takut, dan rasa – rasa lainnya yang membuat kita berhenti dan akhirnya kita kalah dalam sebuah proses menuju kedewasaan.


Ini yang saya selalu gunakan dengan menjabarkan pengertian ”half-full mentality” yang harus dipunyai setiap orang – kenyataannya tidak setiap orang mempunyai values seperti ini. ”Life is a journey” – pertanyaan saya selalu : ”Where to??”. Kalau orang tidak tegas dan jelas menentukan ”kemana dia pergi” dalam hidup, he can end to anywhere but not really the one he/she intents to be. Will he/she be happy? It depends on the one’s personality. Dan akan bergantung pada tata nilai yang ada dalam diri orang itu. Orang akan dihadapkan terhadap setiap masalah dan diharuskan menyikapinya – ada melihat gelas itu :”setengah kosong” (halfempty mentality) dan “setengah penuh” (half-full mentality). Orang yang mempunyai “hal-full mentality” akan memandang dan menyelesaikan masalah dari segala macam sisi positifnya, malahan dalam pemecahan masalah ada pendekatan yang dianut dengan istilah “appreciative inquiry” sehingga tidak ada pihak yang merasa “dipojokkan”. Orang yang bersikap appreciative akan selalu berpandangan positif, “win-win solution” dan sangat “futuristic” artinya selalu memandang kemana kita akan pergi dan apa yang harus kita tuju. Dengan demikian tercipta suatu “super ordinate goal” yang diyakini bersama dan akan mencegah adanya konflik yang disfunctional. Tetapi dari segi lain hal ini memerlukan kematangan social (matured social skills) dimana hal tersebut adalah bagian dari “emotional intelligence” seseorang. Goleman mengemukakan bahwa yang paling penting adalah “self-awareness” – seberapa jauh kita mengetahui diri kita sendiri, lalu seberapa jauh kita mampu menguasai diri sendiri dengan disiplin diri yang tinggi (self-regulatory), dan seberapa jauh kita mampu memberikan motivasi pada diri sendiri (self-motivation). Kalau kita sudah menjawab hal tersebut masih ada lagi pertanyaan: “mampukah kita menempatkan diri ditempat orang lain?” (empathy) dan akhir “mampukah kita berkiprah dimasyarakat?” (social skills). Goleman juga kemudian mengembangkan- berdasarkan temuan2nya di masyarakat Barat – suatu teori tentang ”Social Intelligence”. Dilihatnya betapa masyarakat Barat cenderung mengabaikan kehidupan social dengan tata nilai yang semakin materialistis dan individualistis, serta dipacu dengan kemajuan teknologi ICT yang sangat mengubah pola kehidupanan manusia. Melihat itu semua pola kehidupan manusia (baca: anak2 dan cucu kita) akan sangat berubah. Sudahkah kita siapkan mereka untuk mempunyai kualitas diri dimasa hidupnya yang akan menuntut “personal quality” yang lain?

Dalam sebuah kehidupan, Musafir adalah individu dan atau sekelompok individu. Sedangkan perjalanan merupakan sebuah proses dalam kehidupan, yaitu planning, Organizing, Acting, Controling, dan Evaluating.


Ini adalah fungsi2 manajemen ditahun 1960an. Saat ini fungsi diubah menjadi: Planning, Organizing, LEADING and Controlling. Karena pernah ada polemic “Manager or Leader”. Singkat kata sekarang kalau seseorang itu “ditunjuk” sebagai manager, maka dia harus mempunyai kemampuan “ how to lead” (leadership) – yakni kemampuan untuk “mempengaruhi” orang lain agar mengetahui dan meyakini kemana dan apa yang harus dicapai, termotivasi, mampu memecahkan konflik, mampu berkomunikasi, mampu menciptakan kerjasama, Sebagaimana saya pernah sampaikan “leadership is the projection of personality” kata Gen. MacArthur – dengan kata lain setiap orang harus mempunyai traits yang baik untuk menjadi leader. Tetapi yang jelas “one has to be able to lead him/herself before trying to lead others”

Planning, dimana sebuah perencanaan yang baik merupakan kunci akan keberhasilan dalam meraih tujuan. Sebuah perencanaan yang baik harus memiliki unsur ”niat” yang baik. Diawali dengan sebuah niat yang kemudian dituangkan dalam komitmen bersama dalam pencapaiannya dan dijabarkan dengan jelas dan terinci. Membuat perencanaan dalam hidup adalah salah satu hal yang sangat prinsipil. Ia sama sekali tidak dapat diremehkan, karena sangat berperan dalam berbagai penentuan dan pengambilan keputusan atau pilihan dalam hidup. Maka dari itulah, ada orang yang sangat teliti dalam melakukan perencanaan hidup. Dan tak jarang, orang dengan tipikal seperti ini sangat khawatir apabila ia tidak membuat perencanaan walaupun hanya sehari saja. Terkadang perencanaan memang bernafas dengan idealita. Sehingga tak jarang pula banyak orang yang begitu asyik dengan membuat rencana tetapi lemah dalam hal konsistensi dan konsekuensi. Terlebih bila ia menemui kegagalan dalam pelaksanaan dan ternyata ia belum bersiap-siap untuk menanggulanginya. Karena memang di sanalah terletak tantangan dalam menjalani hidup dengan suatu planning yaitu tantangan untuk tetap konsisten dan senantiasa siap menghadapi segala realita yang terjadi ketika waktunya tiba.

"Ketika peluang datang, terlambat sudah untuk bersiap-siap" Pada dasarnya segala perencanaan yang kita buat dalam hidup adalah bagian dari persiapan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Karena dalam setiap peluang atau kesempatan selalu terdapat tantangan yang menyertai sebagai bumbu hidup agar tidak hambar. Kan tetapi jangan terlalu asyik dengan bumbu, karena manis-pedas, asam-asin, serta pahitnya bumbu selalu dapat kita atasi dengan penyedap rasa. Apa kah yang dimaksud dengan penyedap rasa? Ia adalah Syukur Nikmat dan keridhoan hati dalam menerima segala ketentuan dan kehendak-Nya Yang Maha Berkehendak.

” Karena kita sebagai manusia hanya dapat berencana dan berusaha, sedang urusan hasil kita serahkan pada Yang Maha Kuasa. Hasil tidak selalu jadi penentuan menang-kalah dari pertarungan”. (Jagostu - Juni 2007).


Bukankah ini semua mengulas ”kemana kita pergi?” Setiap orang harus melakukan ”goal setting” kalau tidak dia tidak akan mengetahui kemana dia akan menuju. Pedoman apa yang akan pergunakan? "Kompas"nya apa untuk berlayar dalam kehidupan? Perlu dipertanyakan pada diri setiap orang ”apa tujuan dan kemana dia pergi?” Kan ”life is a journey” – jadi harus tahu ”destination”nya. Bukan hanya itu saja tetapi juga “how to get there”

Organizing, harus ada keberanian untuk berubah ke arah yang lebih baik, dengan ketulusan dan keikhlasan dalam mengolah sumber daya yang ada termasuk diri sendiri. ” Nilai Bukan Harta” Meskipun keduanya mengandung makna serupa tetapi tidak sama. Serupa karena kedua terminologi tersebut memiliki pewaris, ahli waris dan sesuatu yang diwariskan. Dalam mewariskan harta, sesuatu yang diwariskan wujudnya nyata, dapat dihitung, diukur dan dilihat. Sedangkan dalam mewariskan nilai, sesuatu yang diwariskan sifatnya abstrak, tidak dapat dihitung, diukur atau dilihat, tetapi bisa dirasakan dan diyakini. Nilai ”semangat” yang harus dimiliki dan dikelola dengan baik. Hebatnya lagi ”semangat” ini dapat diwariskan sehingga kehidupan dapat menjadi lebih baik.

" Untuk menyempurnakan hal - hal yang besar, kita bukan saja harus bertindak tetapi juga bermimpi, bukan saja merencanakan tetapi juga percaya."


Memimpikan dan mebayangkan sesuatu yang kita inginkan dan memikirkan bagaimana mencapainya bukankah itu yang disebut dengan ”Vision” – masalahnya dalam impian tersebut, ”doable”, ”workable” atau tidak. Mimpi yang hanya sekedar membayangkan tetapi tidak menjabarkan bagaimana mengerjakan dengan realistis – sama dengan orang yang memakai narkoba. Dalam setiap perusahaan gambaran dari jawaban pertanyaan ”where to go?” adalah visi perusahaan tersebut, suatu impian yang ingin dicapai. Bagaimana mencapainya – itu dijabarkan dalam “Mission”nya dan juga “goals” nya sebagai apa yang ingin dicapai. Kok cara ini tidak dimanfaatkan untuk diri?


Setelah usaha dimulai, tentu ada banyak hal - hal yang perlu diketahui untuk mampu mengelola semangat dengan baik dan dapat bertahan lebih lama. Dalam memulai suatu langkah dalam kehidupan memang dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasikan diri _ hal ini sangat berguna buat Anda untuk mengasah kepekaan dan menjunjung tinggi kejujuran dalam menjalani hidup.

Ada kalanya hidup melalui masa - masa sulit, yaitu mulai dari jatuh bangun hingga mengalami masa mencapai sukses. Namun untuk memperoleh semua tidaklah semudah yang dibayangkan. Semua tergantung bagaimana kegigihan dan keuletan dalam memperjuangkan kehidupan ini. Jika berpegang pada semangat dan ulet, tentu akan memperoleh hasil yang membanggakan. Tetapi banyak pula yang justru melempem dan tidak bersemangat sehingga hidupnya pun tidak mendapat pencerahan.

Dalam mengarungi kehidupan ini bukanlah hal yang mudah : gampang diucapkan tetapi sulit untuk dijalankan ! Untuk mempertahankan "semangat" dalam membangun kehidupan yang lebih baik diperlukan "energi" untuk memompa semangat dalam mencapai sasaran. Itu keharusan !!! jika ingin menebarkan ”semangat kebaikan” di sekitar kehidupan ini.


Ini akan bergantung pada ”Makna kehidupan” yang ditemukan dan digariskan seseorang – dimana orang harus sudah mengetahui dan menyadari apa dan kemana dia ”pergi dalam perjalanan hidupnya”. Sebagai seorang Muslim saya akan berpegang ”innalillahi wa innalillahi roj’un” – Dari Allah akan kembali KepadaNYA. Kalau teman2 yang Nasrani akan berpegang ”From dust to dust”. Selama "perjalanan” apa yang kita perbuat? Sewaktu saya jadi mahasiswa ditahun 1960an semua diwajibkan latihan militer, dan harus ada”pasukan inti” yang kemudian dikembangkan menjadi ”resimen mahasiswa” mengikuti kejuangan kakak2 Tentara Pelajar dimasa Revolusi Phisik – dengan simbol ”bulu dan senjata” – bulu = pengetahuan, senjata = jiwa keprajuritan (kesatria). Sewaktu kami membangun suatu wadah – kami berkonsultasi dengan alm Prof. Harsoyo (pakar budaya Unpad/IKIP). Beliau bertanya dengan simbol ”bulu dan senjata” ini – kowe arep menyang endi? Pertanyaan sederhana tetapi sebagai anak2 yang menjelang dewasa (rata2 kami 19-20 tahunan) dibuat sibuk berdiskusi – akhirnya kami berkesimpulan – ”hidup adalah tugas dan tugas harus disempurnakan” dengan apa? Dengan ”ilmu dan senjata” artinya dengan pengetahuan ilmiah dan jiwa kesatria (nah dijabarkanlah apa itu jiwa kesatrai sehingga menjadi code of conducts bagi kami. Sayang value system tersebut tidak direinforce – lha wong dosennya saja nggak tahu bagaimana?

Dari itu menyempurnakan segala sesuatu yang kita kerjakan dalam hidup adalah mutlak suatu ”sikap hidup” yang perlu dipunyai (ojo mindon gaweni, contohnya) – dengan ”ilmu pengetahuan dan jiwa kejuangan sebagai kesatria” adalah kejiwaan yang harus dipunyai setiap insan yang sadar bahwa hidup ini tidak asal hidup – apalagi kita yang pernah duduk diperguruan tinggi sebagai kaum intelek. Lha sekarang kok mahasiswa malah merusak.


Action, saatnya bertindak. Kesuksesan hari esok adalah hasil dari kerja keras hari sekarang. kita harus jujur pada diri bahwa diri ini pernah dan hingga sekarang masih dilingkupi rasa malas. Rasa malas harus diperangi !!! Malas membunuh potensi diri. Bagaikan sebuah mobil yang sudah full terisi bensin, sudah dicek remnya dan segala macamnya dan sudah siap dijalankan, tapi tak ada yang mengendarainya. Maka berdirilah! Diri inilah yang menjadi sang penggeraknya. Bukan orang lain. Mobil itu adalah milik kita. Raga itu adalah raga kita.


Bahasa porkemnya “jangan OMDO” gitu lho. Kalau memang sudah mengetahui “kemana akan pergi” dan “apa yang harus dicapai” dan apalagi sudah menentukan “bagaimana mencapainya” – tidak jalan lain – KERJAKAN! Kejahatan manusia terhadap dirinya adalah kesenangn untuk mendhzalimi diri sendiri dengan menunda-nunda pekerjaan atau apa yang harus dikerjakan. PROCASTINATION. Awal dari penyakit kejiwaan adalah tabiat ini, dari itu “self-regulatory” dan disiplin diri merupakan value yang perlu ditumbuhkan. Saya pernah berkata di tempat saya bekerja: “Folks, it is my way of life. I always win and always want to be a winner, and I don’t to start being a loser in my life. I have agenda and am strict with my agenda. You may want to do whatever way you choose, either we walk TOGETHER or FOLLOW ME” Alhamdulillah – kami semua bekerja dengan full of trust, fun, rewarding dan juga full of pride.


Controling, bersiaplah untuk mengendalikannya!
Banyak cara untuk mengatasi rasa malas ini. Buanglah rasa kantuk dalam diri. Freshkan lah pikiran dan jiwa anda. Motivasikanlah diri anda.

Cara yang paling efektif adalah JUST DOIT !!! LAKUKAN SAJA !!! Jangan berfikir apa-apa lagi. JUST DOIT ! NO REASONABLE !!! LAKUKAN SAJA ! TIDAK ADA ALASAN !!! Lakukanlah, jangan banyak alasan. Toh sudah memikirkannya, sudah menjadwalkannya, kini saatnya bertindak. Lakukanlah ! Kesuksesan hari esok adalah hasil dari kerja keras hari ini. Kalau toh besok anda tidak mendapat apa-apa. Maka yakinkan diri anda, anda sudah berusaha maksimal. Kalau esok tak berhasil, maka bersyukurlah anda telah memanfaatkan waktu dengan baik. Tidaklah merugi orang yang memanfaatkan waktu dengan baik.
Ibarat menggerakan sebuah roda besar. Roda itu adalah cita-cita anda. Cita-cita anda yang besar. Saat pertama anda menggerakan, terasa berat, terasa menyiksa. Tapi itu adalah sebuah roda. Pada putaran pertama memang terasa berat. Tapi pada putaran selanjutnya maka akan terasa lebih ringan. Malah dibeberapa putaran selanjutnya hampir tidak terasa sama sekali.
Maka mulailah sekarang juga. Yakinlah esok anda akan berjaya. Tidak ada penyesalan bagi orang yang berusaha. Tahukah perbedaan orang sukses dan orang gagal. Orang gagal adalah orang yang hanya sedikit menghadapi kegagalan. Lalu ia berhenti karena merasa gagal. Orang sukses, adalah orang yang lebih banyak mendapatkan kegagalan dari pada orang gagal. Dan terus melaju sampai kemenangan didapatkan. Seorang bayi yang belajar berjalan akan mengalami berbagai kegagalan dalam pembelajarannya. Entah ia jatuh, terbentur, terpeleset. Tapi toh karena semangat dan usahanya dia akhirnya dapat berjalan, bahkan berlari dan melompat.
Maka dari itu bangkitlah dari kursi malas Anda. Tinggalkan televisi anda. Jangan cari-cari alasan !!! Saatnya anda bertindak !!! Saatnya anda menggerakan roda impian anda.


Ditempat saya magang dulu ada kalimat yang mengingatkan para siswa “Think” dan juga ”Do the right things and it right the first time”. Keduanya ditulis besar2 dan selalu harus dica pada waktu pagi hari rame2 dan berteriak. Keduanya ditulis besar2 dan selalu harus dibaca pada waktu pagi hari rame2 dengan berteriak. Persis latihan militer, dan sehabis itu kita harus teriak “Hoooo hah”. Kata lain yang dituliskan besar2 ditempat kita mengumpulkan tugas “NO EXCUSE”. Saya tadinya tidak pernah terpikirkan betapa kata2 tersebut sangat mempengaruhi saya –dan juga semuanya merupakan “warna” dalam latihan dan magang. Ternyata semuanya merupakan “personal values” yang saya dapatkan diawali ditempat magang, direinforce selama magang dan diteruskan reinforcement di lingkungan kerja.


Dunia hanyalah persinggahan. Kampus kehidupan. Tempat kita belajar mencari bekal untuk kehidupan "berikut" yang kekal. Belajarlah sebaik mungkin. Lulus lah dengan baik. Luluslah dengan mendapat gelar Cum Laude. Janganlah terlalu banyak tertidur. Sebagaimana syair Arab:

Wahai sahabat sang kasur
Engkau telah terlalu lama tertidur
Tidakkah kau tahu bahwa setelah kematian.
Adalah waktu yang panjang untuk tidur?

Setiap orang sudah diberi modal oleh sang Pencipta. Bukan ketampanan, bukan kecantikan, bukan harta warisan, melainkan waktu. Waktu bukan bertambah kawan. Tapi berkurang.


Bukankah kita sudah diingatkan? Bagi yang Muslim tentunya akan ingat Surah Al-Nahsr: ”Demi waktu ......” tetapi tetap saja orang melakukan procastination


Evaluasi, senantiasa untuk meluangkan waktu sesaat di setiap harinya untuk melihat ”kilas balik” segala hal yang telah kita lakukan dengan obyektif. Hal pertama yang dibutuhkan adalah kemauan untuk menyediakan waktu. Kadang kala, karena kesibukan yang dimiliki, waktu khusus untuk mengevaluasi diri secara obyektif nyaris dan bahkan tidak ada.
Selain meluangkan waktu, hal kedua yang kita butuhkan adalah keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri – ini adalah faktor yang sangat penting, karena sering kali tidak bisa atau tidak dapat melihat diri secara obyektif. Terkadang menganggap diri ini adalah yang terbaik, padahal belum apa-apa.
Hal ketiga yang kita butuhkan dalam mengevaluasi diri adalah mendengar input atau masukan dari orang lain. Keterbukaan untuk menerima masukan dari orang lain akan mendatangkan manfaat bagi diri sendiri. Untuk dapat mengenali kelemahan-kelemahan secara obyektif, perlu mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang tidak suka atas apa yang telah dilakukan. Biasanya, orang-orang yang tidak suka dapat dengan jeli dalam mencari dan melihat apa yang menjadi kelemahan orang lain. Sahabat atau teman –walaupun ingin menyampaikan kritikan atau koreksian– biasanya akan menggunakan bahasa yang lebih halus sehingga kadang-kadang justru mengaburkan maksud yang sesungguhnya.
Lalu hal keempat yang juga perlu kita lakukan adalah mencoba untuk menilai segala sesuatu secara obyektif dan bukan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Ketika membandingkan diri dengan orang lain, akan selalu bisa menemukan orang-orang yang jauh di bawah kita atau di atas kita. Mari belajar membandingkan diri dengan potensi yang kita miliki. Saya mendapati bahwa orang-orang yang suka merenung dan melakukan evaluasi diri memiliki kemampuan untuk mengenali titik lemah dan titik kekuatan yang ia miliki, juga mampu membandingkan dirinya dengan potensi yang seharusnya ia miliki. Dari situlah orang-orang semacam ini menjadi terpacu untuk memaksimalkan hidupnya lebih lagi.
Jika keempat hal ini dilakukan bersama-sama, akan jauh lebih mudah untuk mengenali adanya potensi-potensi lain dalam diri yang belum ter-explore selama ini, sehingga di masa yang akan datang dapat menetapkan langkah-langkah untuk menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang masih tersembunyi itu.


Kemampuan untuk menumbuhkan ”Kemauan, keterbukaan, kejujuran pada diri sendiri, mendengarkan dan menilai secara objektif terhadap diri” adalah bagian dari ”self-awareness”. Bagi orang yang aware terhadap dirinya dan aware bahwa ada ”yang perlu diperbaiki” dalam dirinya akan mudah melakukan ini – tetapi yang ”tidak mampu” ataupun ”tidak mau” lain lagi ceritanya.

Ada beberapa langkah yang perlu diambil untuk mengaplikasikan perenungan menjadi sebuah tindakan nyata. Yang pertama, fokuskan evaluasi pada kekurangan/kelemaha n dan potensi-potensi yang belum tersentuh dalam diri. Setelah itu, mulai buat perencanaan yang sistematis dan ambil langkah-langkah radikal untuk menanggulangi kekurangan/kelemaha n tersebut. Di sisi lain, mulai mencari cara untuk menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang selama ini masih terpendam dalam diri. Dengan melakukan hal ini secara konsisten, pasti akan mulai melihat kemajuan yang signifikan.

Menjadi karakter dewasa adalah PILIHAN !! Bersiaplah untuk menjadi DEWASA atau TUA....saya, anda, kita, dan rekan-rekan yang memilihnya.

Sukses untuk memilih, dan berusaha untuk selalu memilih pilihan TERBAIK, yaitu bermanfaat bagi diri, orang lain dan lingkungan.. ..Tunggu apa lagi??!!


Memang betul, tua bukan otomatis bisa disebut dewasa. Ingin bukti? Lihatlah teman2 kita yang sedang bersandiwara di bidang politik. Bukankah Gus Dur pernah bilang (tidak selalu saya setuju dengan perkataan beliau tetapi saya setuju dengan yang satu ini) : “Politik (baca: DPR) adalah taman kanak2 Indonesia”. Tinggal sekarang… bagaimana dengan diri kita masing2?

Wicaksana dan Soebandono, Juni 2008













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga