Langsung ke konten utama

Kematangan Agama dan Kematangan Interpersonal


Hipotesis : Ada hubungan kematangan beragama dengan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa. Uji Hipotesis : Ada hubungan yang signifikan antara kematangan beragama dengan kompetensi interpersonal pada mahasiswa. Pembahasan : Kematangan beragama dapat dijadikan prediktor untuk mengetahui adanya kompetensi interpersonal. Korelasi positif ini menunjukan bahwa kenaikan tingkat kematangan beragama secara proporsional akan diikuti oleh kenaikan tingkat kompetensi interpersonal. Dinamika psikologis tentang korelasi kematangan beragama dengan kompetensi interpersonal dapat dijelaskan sebagai berikut : Orang yang memiliki kematangan beragama mengarahkan dirinya kepada orang lain, dikarenakan setiap agama membawakan misi untuk menghadirkan kebaikan dan kesejahteraan bagi hidup bersama. Dengan kesadaran moral semacam ini, mereka mengembangkan kompetensi interpersonalnya. Orang-orang yang memiliki kepribadian sehat dan matang mengarhkan dirinya kepada orang lain. Mereka aktif terlibat dan terikat pada sesuatu atau seseorang yang ada diluar dirinya. Orang yang matang bukanlah penonton kehidupan yang pasif, terisolasi dan menarik diri dari orang lain, tetapi dia benar-benar ‘menyatu’ atau terlibat sepenuhnya dalam kehidupan bersama orang lain. Mereka mempunyai kemampuan menyintai dan memperluas dirinya kedalam hubungan yang penuh perhatian dengan orang-orang lain. Sementara disisi lain diketahui bahwa setiap agama menempatkan pemberian kebaikan dan kasih sayang kepada orang lain sebagai tuntutan yang utama (Smith, 1991). Dalam Islam dikenal konsep ‘rahmatan lil alamin’. Dalam Kristen terdapat konsep ‘kasih’. Adanya dorongan dari dalam untuk mengarahkan diri kepada orang lain dan adanya tuntutan untuk berbuat sesuatu yang baik pada orang lain menjadikan seseorang mengembangkan kompetensi interpersonal. Keadaan diatas dapat digambarkan sebagai pertemuan yang sinergis. Kecenderungan mengembangkan kompetensi interpersonal akan lebih efektif, terutama pada seseorang yang kuat konsistensi moralnya. Orang yang memiliki konsistensi moral akan berbuat secara lurus dengan tuntutan-tuntutan moral yang diikutinya. Sebagai orang yang konsisten secara moral dengan ajaran agamanya, maka prinsip-prinsip kebaikan dan kebenaran yang diajarkan agamanya yang berkaitan dengan masalah perhatian orang lain akan diupayakan untuk dilakukan. Karena ajaran agama selalu menuntun bahwa setiap kali bertemu orang orang harus menyapa dengan salam, maka ia akan menyapa setiap orang yang sudah dikenal dan mengajak berkenalan orang=orang yang belum dikenal. Bila mereka ada di suatu perjalanan kereta api, maka mereka akan mengembangkan inisiatif berkenalan, membuka diri, dan mengembangkan persahabatan. Inilah yang menjadikan seorang mahasiswa dengan inisiatif mendekati, bersahabat, dan berkiprah bersama orang-orang disekitarnya. Selanjutnya berkaitan dengan kematangan beragama dan kemampuan menangani konflik, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki kematangan beragama akan berusaha mengelola dan menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Disebutkan oleh Allport (dalam Schultz, 1988) bahwa kepribadian yang matang sabar terhadap tingkahlaku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang matang dan dewasa ini bila memiliki kemampuan diferensiasi, yang menjadikannya paham akan ajaran agamanya, akan menyelesaikan konflik yang merugikan semua pihak. Oleh karena itu, bila terjadi konflik mereka tidak menghukumnya, tapi akan menyelesaikannya. Kesalahan harus diakhiri dengan saling pengertian dan saling memaafkan. Ia akan menyelesaikan konflik dengan kawan atau saudaranya.

Peneliti : Fuad Nashori dan Sugianto (Uraian ini dikutip secara keseluruhan dari Jurnal Psikologika Nomor 9 Tahun V Tahun 2000).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga