Langsung ke konten utama

Renungan



Watch your thoughts; they become words.
Watch your words; they become actions.
Watch your actions; they become habits.
Watch your habits; they become character.
Watch your character; it becomes your destiny



Maslow - revisited

Setiap orang akan mempunyai “sesuatu” yang tidak pernah lepas dari ingatan dan terus menerus menetap dibenaknya. Hal inilah seakan-akan sebagai suatu impian baginya. Sebagai sesuatu kalau dipunyai akan merasa “hidupnya bermakna”. Orang awam menyebutnya sebagai obsesi dan kalau Malow menyebutnya sebagai meta needs – suatu kebutuhan diatas kebutuhan lainnya. Saya mengacu kepada Maslow, bukan karena saya 100% menyetujui teorinya, akan tetapi bisa kita jadikan bahan sebagai dasar untuk diskusi. Setelah itu kita bisa mengacu kepada konsep atau dasar pemikiran lain. Sebagaimana juga beberapa pakar teori menyanggah bahwa jenjang kebutuhan itu tidak ada dan sukar untuk dibuktikan. Karena sifat kebutuhan manusia itu dinamis dan juga kehidupan manusia tidak selalu ajeg (konsisten), tidak selalu jenjang tersebut menjadi persyaratan. Orang sudah susah untuk mencari makan sehari-hari saja, tetapi harus memenuhi seragam anaknya untuk sekolah – dimana seragam sekolah adalah lebih ke kebutuhan sosial. Atau juga seseorang yang sudah merasa mapan (needs # 2) dan merasa secured – tiba2 dipanggil bossnya dan kena PHK. Jelas jenjang kebutuhannya akan berubah. Seseorang yang mendapatkan esteem tetapi toh dia masih harus menghadapi hal-hal yang mungkin berkaitan dengan esteemnya – contohnya: seorang komandan atau eksekutif yang dicopot (Contoh: anggota DPR, JAM atau jaksa yang dicopot).


Sering kali kita saksikan sendiri (saya mengalami dan kira semua mengalami), kadang2 kita sudah mendapatkan “peak experience” – contoh pencapaian suatu prestasi (lulus sarjana atau apa saja), sifatnya bukankah sementara? Contoh yang jelas lagi mereka yang mencapai suatu kedudukan dan “punya kuasa” bisa menganggap diri mampu mengaktualisasikan dirinya. Tetapi, begitu dia turun dan tidak lagi berkuasa – banyak yang merasa kehilangan esteemnya, dan juga kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya.

Orang dengan usia 60thn memakai Harley Davidson dengan segala accessories-nya, celana kulit ketat, pakai rompi dan jaket kulit, pakai gelang rantai dan sepatu boot – apakah itu suatu bentuk juga self-actualization? Ataukah kebutuhan untuk direcognized? Direcognized untuk apa? Kaya, bisa beli Harley Davidson? Gagah? Kuasa? (Karena beberapa menganggap HD adalah sumber dari power).

Mungkin juga orang mempertanyakan serupa dengan perilaku saya memakai Jeep CJ7 merah – yang selalu saya pakai kalau hujan atau naik off-road ke tempat lokasi berburu. Apakah saya memakai jeep itu berdasarkan pemikiran fungsional atau untuk memperlihatkan “Gue 65an nih masih gagah pakai jip merah”?


Yang jelas kalau didiskusikan tentang jenjang kebutuhan (hiearchy of needs) akan banyak argumentasinya, tetapi sebagai teori dan panduan untuk macam2 motivasi – saya kira teori Maslow bisa diterima. Maslow-pun diakhir hidupnya sempat menulis bahwa jejang tersebut seharusnya tidak dia tulis.


Kebutuhan manusia akan tidak ada hentinya sampai akhir hidup. Inipun sangat dipengaruhi oleh tata-nilai (value), beliefs, dan yang berkaitan dengan budaya dilingkungan hidupnya dalam kepribadian setiap individu – dan akan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Tetapi dasarnya sama – mereka harus memenuhi kebutuhannya selama hidupnya. Ada beberapa kebutuhan yang oleh Maslow dibedakan sebagai: (1) Basic needs atau deficiency needs – sering juga disebut sebagai lower needs (terdiri dari: Physiological needs: makan, minum seks, dlsbnya plus perasaan aman) yang kalau tidak terpenuhi menjadi deficient dalam kehidupannya; dan (2) Psychological needs: ( social, esteem dan self-actualization) atau dikenal sebagai growth needs; dan (3) Higher needs atau Meta needs atau sering disebut sebagai “being needs” atau kebutuhan untuk bisa merasa “ada” atau eksis – merupakan kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi.


Pada buku awalnya Maslow (1943, 1954) mengatakan urutan jenjang kebutuhan sebagai dibawah ini, dan harus dibaca mulai urutannya dari bawah:

Self-transcendence - tingkat TransEGOic dimana menekankan pada intuisi ke masa depan (visionary intuition), altruisme, dan penjabaran tentang “hari nurani” (consciouness).
Self-actualization – mengetahui dan menyadari tantang dirinya, kemana tujuannya, dan apa yang ingin dicapainya..
A state of well-being – suatu keadaan tentang kejahteraan diri yang ingin dicapainya
Aesthetic - suatu perasaan damai, dan sangat menguasai tentang keadaan dan proses di “dalam” dirinya.
Cognitive – kognitif, pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan bagi dirinya
Esteem – perasaan bahwa dirinya mempunyai makna dalam hdiupnya, danya pengakuan (recognition) dari lingkungan atau orang lain, tidak terlalu mempertanyakan atau adanya keraguan akan dirinya lagi.
Belongingness and love - perasaan dikaui dalam suatu kelompok, memiliki teman dekat dan sahabat, mempunyai tempat untuk membicarakan hal-hal yang rekat dengan dirinya (curhat).
Safety – merasa bebas dari kecemasan atau bahaya yang dirasakan. danger.
Physiological – makan, minum, tempat tinggal, seks.


Maslow mengatakan bawa item 4 pertama dari bawah harus terpenuhi sebelum beranjak keatas – dan item 5 ke atas tidak perlu ada jenjang lagi.


Meta needs

Meta needs tidak pernah bisa dicantumkan dengan lengkap – akan tetapi dari beberapa literatur saya dapatkan sebagai dibawah ini. Inipun belum lengkap – baru 14 item saja.

Truth
Goodness
Beauty
Unity, wholeness, and transcendence of opposites
Aliveness
Uniqueness
Perfection and necessity
Completion
Justice
Order
Simplicity
Effortlessness
Playfulness
Self-sufficiency
Meaningfulness


Dari urutan tersebut di atas, saya kira kita bisa melihat kebutuhan kita selanjutnya yang kita idam-idamkan yang mana. Mungkin hal itu juga sudah kita punyai, hanya saja belum terpenuhi – masih merupakan impian. Sekiranya kita sudah mencapai self-actualization, maka kita akan berupaya memenuhi kebutuhan ini. Atau menggunakan item tersebut sebagai aktualisasi diri kita.



Transegoic
Yang dimaksudkan dengan Transegoic adalah suatu keadaan yang berkedudukan jauh lebih tinggi secara spiritual bahkan bersifat “psychic”. Kata ini diambil dari kata “trans” yang dikaitkan dengan transcendence dan EGO dari teorinya Freud – kata ini dikemukakan oleh Jung – dimana kita akan menjalani: dari preEGOic (sebelum Ego) – ke EGOic – lalu Trans EGOic. Kata EGO disini menggambarkan kedaan sadar (consciouness) dan bukan dikeadaaa lainnya (unconsciousness) – dimana EGO adalah kepribadian individu (Personality). Tujuan hidup seseorang adalah mendapatkan self-actualization – halmana tidak mungkin dicapai secara konsisten, kalaupun merasa mendapatkan sifatnya akan sementara. Peak experience sifatnya sementara – dari itu kita-kita selalu berusaha untuk mendapatkannya. Menurut Maslow ini tidak akan berhenti, dan akan menuju ke arah self-trancendence – dimana tingkat self-transcendence ini berupa: ethics, creativity, compassion dan spirituality. Ditegaskannya bahwa tanpa spirituality – manusia tidak ada bedanya dengan binatang atau mesin.



Bagaimana dengan diri kita?

Mengacu hal tersebut, saya kira kita bisa menelaah diri kita masing-masing, apa kita butuhkan dan dimana kita berada – dan tentunya dibutuhkan kejujuran pada diri kita sendiri. Saya kira kita semua – dengan pola hidup masing-masing – kita sudahlah melewati 4 urutan dasar, yang memang merupakan kebutuhan yang mandatory harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan yang berikutnya itu sangat bergantung pada pribadi dan keadaan masing-masing.


Untuk membantu melakukan evaluasi dimana kita berada, mungkin kita harus menjawab pertanyaan yang diselaraskan dengan ciri-ciri atau karakteristik pribadi yang sudah mampu mengaktualisasikan diri – sebagai berikut:
mempunyai persepsi tentang kenyataan hidup dan bisa menerimanya dengan comfortable.
menerima dirinya apa adanya dengan segala kelebhan dan kekurangannya
tidak memperlihatkan hal-hal yang semua (artificiality) dan apa adanya – tidak menutupi atau menyembunyikan “sesuatu” dari dirinya.
memfokuskan pada masalah yang ada diluar dirinya, dan sangat memperhatikan masalah-masalah dasar dan pertanyaan yang bersifat eternal (abadi) – i.e.: makna kehidupan, hati nurani, kejujuran etc.
menghargi dan menyenangi memiliki privacy dan lebih mamopu untuk memisahkan diri dari hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya.
mengandalkan kepada kemampuan dirinya untuk mengembangkan diri dan selalu berupaya untuk mencapai tingkat kualitas kehidupan yang lebih baik.
menghargai dasar-dasar dan falsafah kehidupan (i.e: tidak meremehkan masalah, don’t take it for granted etc)
mempunyai perasaan persaudaraan dekat dengan teman-teman dan kerabatnya
sangat bersikap dan berperilaku demokratis serta tidak membedakan.
memiliki standar etika dan moral yang tinggi dan kuat.
sangat genuine dalam ide-ide, selalu ingin mencipatkan sesuatu yang baru (produk atau suasana), dan kelihatan jauh lebih segar baik phisik amupun psikis.

Joni, September 2008




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga