“Kopi pagi” yang hangat disaat matahari mulai meninggi. Obrolan yang bersemangat ditampakkan oleh sahabat yang notabene adalah Senior saya. Hari itu, di universitas pancasila di fakultas psikologi. Pak Sonny, yang saat ini menjabat dekan fakultas psikologi, menyapa ramah di sela-sela kesibukannya. Menarik dan Cerah !! ini akibat minum “kopi Pagi”. Perbincangan mengenai harapan dan doa sebagai individu yang berada di Indonesia untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.
Sebelum pada hal-hal yang dibicarakan, saya coba mengulas judul yang diberikan pada tulisan kali ini. Khidmat bercinta dengan tanah air, yaitu sebuah kerinduan yang sifatnya sangat sakral dalam ketulusan hati untuk terus “bercinta”. Bercinta ini merupakan tindakan-tindakan yang mulia dan sakral dilandaskan pada tujuan untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Sedangkan “tanah air” adalah merupakan materi kehidupan yang ada di sekitar kita. Tanpa mereka, kita tidak dapat hidup dan kita sangat membutuhkannya. Terkadang kita lupa bahwa hubungan yang kita jalin hanya antar sesama manusia, namun lingkungan kita abaikan. Hal ini yang menyebabkan dunia semakin terpuruk kualitasnya karena ke-egois-an manusia.
Manusialah yang dapat berkhidmat, Manusia adalah subyek dari semua tindakan dan akibat dari semua perilakunya. Perlu sebuah kedewasaan dalam berpikir sebelum melakukan tindakan. Dimana sebuah kedewasaan dihasilkan dari pikiran dan hati yang jernih sehingga semua pikiran diarahkan menuju “kebaikan” yang dapat dirasakan bersama. Jika kita berbicara kebaikan bukan hanya kebaikan yang sifatnya beramal, memberi uang atau menyumbang pakaian bekas saja. Namun kebaikan yang memiliki makna filosofi yang dalam dan filosofi kebaikan tersebut dapat diteruskan dari satu orang kepada orang lain. Seringkali kita terjebak pada “Kebaikan” yang sifatnya “Tampak” yaitu kebaikan yang digunakan dalam membangun sebuah Citra pada diri supaya “Terlihat” Baik. Itu yang membuat kita “Terjebak” sehingga Filosofi atau maknanya hilang. Justru ‘Ketergantungan” alias “Malas” yang kita ciptakan. Merupakan hal yang tidak terbilang mudah dalam membangun”khidmatan” dalam berbuat kebaikan, banyak tantangan yang harus dilalui. Kembali lagi, “Dewasa adalah pilihan !”
Manusia memiliki hasrat “bercinta”. Bercinta adalah sesuatu hal yang sakral dan senantiasa menjaga keharmonisan dan membangun rasa menghargai satu dengan yang lainnya. Ini sudah semakin lama terkikis. Semua orang sudah bicara mengenai Aku dan Kami. Sudah lama “Kita” semakin jarang dikumandangkan. Ini yang disampaikan oleh Pak Sonny. “CERAH!!” itu yang membuat saya sadar, sudah lama kita saling bertikai dan saling menyalahkan satu golongan dengan golongan lainnya. A lebih benar dari B, B lebih baik dari C dan sebagainya. Banyak hal yang dapat kita perbuat bersama-sama dalam menebarkan kebaikan. Mulai dari “Menghargai” itu yang penting dalam membangun semangat kebersamaan. Seseorang pasti membutuhkan bantuan dari orang lain, tidak akan pernah bisa kita hidup tanpa orang lain karena manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Jika kita sudah menyadari hal tersebut merupakan salah satu indikator pencapaian tingkat dewasa. Sudah saatnya kita berusaha untuk membangun ke – KITA –an sebagai bangsa Indonesia.
Seperti yang sudah diulas di awal, mengenai “Tanah – Air”, merupakan materi, sumber daya yang kita butuhkan. Jika berbicara Indonesia, teringat lagu Koes Plus yang menceriterakan kesuburan tanah Indonesia. Belum lagi guru geografi yang selalu mengatakan kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah. Demikian juga oleh para ahli, dimana sumber-sumber alam yang ada seperti minyak dan sebagainya yang juga berlimpah ruah. Namun gambaran yang ada saat ini tidak seperti apa yan g dikatakan. Antrian minyak tanah dimana-mana, BBM yang terus melambung tinggi, konversi gas yang diharapkan dapat menjadi perubahan yang lebih baik ternyata ceritanya sama saja “Susah”. Terakhir yang paling mengenaskan adalah “krisis energi”. Dimana masyarakat untuk berhemat dengan penggunaan tenaga listrik, Ironis. Jauh dari kata “MERDEKA” dimana bangsa ini harusnya dapat memberikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya dengan layak. Jika kita kembali kepada diri kita sendiri dan bertanya, apakah sudah berbuat adil dengan tanah yang kita pijak saat ini. Kita lupa, tanah ini merupakan tempat kita hidup. Tapi kita telah melupakannya. Intinya Kita telah lupa terhadap lingkungan sekitar.
Sudah saatnya kita tebarkan benih-benih kebaikan yang dapat bermanfaat bagi diri kita, orang lain dan lingkungan karena kitalah penentu generasi yang akan datang ada atau tidak dan Bangsa ini untuk selamat...hanya diri KITA mulai berpikir dan bertidak...untuk menjadi lebih BAIK...dan untuk INDONESIA. Salam Sukses dan...Tetap Tebarkan Kebaikan!!
Wicaksana, Juli 2008
Sebelum pada hal-hal yang dibicarakan, saya coba mengulas judul yang diberikan pada tulisan kali ini. Khidmat bercinta dengan tanah air, yaitu sebuah kerinduan yang sifatnya sangat sakral dalam ketulusan hati untuk terus “bercinta”. Bercinta ini merupakan tindakan-tindakan yang mulia dan sakral dilandaskan pada tujuan untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Sedangkan “tanah air” adalah merupakan materi kehidupan yang ada di sekitar kita. Tanpa mereka, kita tidak dapat hidup dan kita sangat membutuhkannya. Terkadang kita lupa bahwa hubungan yang kita jalin hanya antar sesama manusia, namun lingkungan kita abaikan. Hal ini yang menyebabkan dunia semakin terpuruk kualitasnya karena ke-egois-an manusia.
Manusialah yang dapat berkhidmat, Manusia adalah subyek dari semua tindakan dan akibat dari semua perilakunya. Perlu sebuah kedewasaan dalam berpikir sebelum melakukan tindakan. Dimana sebuah kedewasaan dihasilkan dari pikiran dan hati yang jernih sehingga semua pikiran diarahkan menuju “kebaikan” yang dapat dirasakan bersama. Jika kita berbicara kebaikan bukan hanya kebaikan yang sifatnya beramal, memberi uang atau menyumbang pakaian bekas saja. Namun kebaikan yang memiliki makna filosofi yang dalam dan filosofi kebaikan tersebut dapat diteruskan dari satu orang kepada orang lain. Seringkali kita terjebak pada “Kebaikan” yang sifatnya “Tampak” yaitu kebaikan yang digunakan dalam membangun sebuah Citra pada diri supaya “Terlihat” Baik. Itu yang membuat kita “Terjebak” sehingga Filosofi atau maknanya hilang. Justru ‘Ketergantungan” alias “Malas” yang kita ciptakan. Merupakan hal yang tidak terbilang mudah dalam membangun”khidmatan” dalam berbuat kebaikan, banyak tantangan yang harus dilalui. Kembali lagi, “Dewasa adalah pilihan !”
Manusia memiliki hasrat “bercinta”. Bercinta adalah sesuatu hal yang sakral dan senantiasa menjaga keharmonisan dan membangun rasa menghargai satu dengan yang lainnya. Ini sudah semakin lama terkikis. Semua orang sudah bicara mengenai Aku dan Kami. Sudah lama “Kita” semakin jarang dikumandangkan. Ini yang disampaikan oleh Pak Sonny. “CERAH!!” itu yang membuat saya sadar, sudah lama kita saling bertikai dan saling menyalahkan satu golongan dengan golongan lainnya. A lebih benar dari B, B lebih baik dari C dan sebagainya. Banyak hal yang dapat kita perbuat bersama-sama dalam menebarkan kebaikan. Mulai dari “Menghargai” itu yang penting dalam membangun semangat kebersamaan. Seseorang pasti membutuhkan bantuan dari orang lain, tidak akan pernah bisa kita hidup tanpa orang lain karena manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Jika kita sudah menyadari hal tersebut merupakan salah satu indikator pencapaian tingkat dewasa. Sudah saatnya kita berusaha untuk membangun ke – KITA –an sebagai bangsa Indonesia.
Seperti yang sudah diulas di awal, mengenai “Tanah – Air”, merupakan materi, sumber daya yang kita butuhkan. Jika berbicara Indonesia, teringat lagu Koes Plus yang menceriterakan kesuburan tanah Indonesia. Belum lagi guru geografi yang selalu mengatakan kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah. Demikian juga oleh para ahli, dimana sumber-sumber alam yang ada seperti minyak dan sebagainya yang juga berlimpah ruah. Namun gambaran yang ada saat ini tidak seperti apa yan g dikatakan. Antrian minyak tanah dimana-mana, BBM yang terus melambung tinggi, konversi gas yang diharapkan dapat menjadi perubahan yang lebih baik ternyata ceritanya sama saja “Susah”. Terakhir yang paling mengenaskan adalah “krisis energi”. Dimana masyarakat untuk berhemat dengan penggunaan tenaga listrik, Ironis. Jauh dari kata “MERDEKA” dimana bangsa ini harusnya dapat memberikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya dengan layak. Jika kita kembali kepada diri kita sendiri dan bertanya, apakah sudah berbuat adil dengan tanah yang kita pijak saat ini. Kita lupa, tanah ini merupakan tempat kita hidup. Tapi kita telah melupakannya. Intinya Kita telah lupa terhadap lingkungan sekitar.
Sudah saatnya kita tebarkan benih-benih kebaikan yang dapat bermanfaat bagi diri kita, orang lain dan lingkungan karena kitalah penentu generasi yang akan datang ada atau tidak dan Bangsa ini untuk selamat...hanya diri KITA mulai berpikir dan bertidak...untuk menjadi lebih BAIK...dan untuk INDONESIA. Salam Sukses dan...Tetap Tebarkan Kebaikan!!
Wicaksana, Juli 2008
Komentar