Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2010

Hidup Sehat dengan Sholat Subuh

Merupakan cuplikan kedua dari buku Hidup Sehat dengan Shalat Shubuh (Bab 3). Gas Ozon [...] Keilmuan modern telah mengukuhkan tentang keberadaan gas O3 (ozon), yang mengandung prosentase oksigen yang tinggi dan dapat mencapai puncak reaksinya pada waktu shalat Subuh, lalu berkurang secara bertahap hingga terbit matahari. Sebenarnya, fakta ini tidak membutuhkan suatu penemuan ataupun pengokohan, karena Anda sendiri bisa mudah mengamati kebersihan dan kesegaran udara pada waktu shalat Subuh dibandingkan dengan waktu siang hari. Udara pada waktu Subuh masih bersih dan belum tercemari kebersihan dan kesegarannya dengan apapun. Udara ini dapat menyegarkan hati, menguatkan paru-paru, memperbarui sel-sel yang mati, menyuplai tubuh dengan oksigen, mengeluarkan karbon dioksida, membersihkan darah dari kotoran-kotoran, memperbaiki kinerja organ-organ tubuh, merenggangkan urat-urat syaraf, menyembuhkan berbagai penyakit syaraf, rheumatik, dan asma. Berkenaan dengan gas ozon, para ilmuan

Menghindari Sikap Negatif untuk Hidup yang Lebih Sehat

Perasaan-perasaan mematikan berpengaruh terhadap kesehatan tubuh kita. Dampak-dampak dari perasaan-perasaan mematikan yang tidak pernah terpikir oleh kita sebelumnya adalah : KEMARAHAN, dapat menyebabkan : -Rheumatoid arthritis -Serangan jantung -Penyakit jantung -Gagal jantung -Kanker -Tekanan darah tinggi -Stroke -Tukak lambung Dr. Robert Eliot, seorang ahli kardiologi ternama, menemukan bahwa ketika “para pereaksi panas” itu memendam perasaan-perasaan mereka, itu pada akhirnya berubah menjadi permusuhan dan kemarahan. Ketika itu terjadi, tekanan darah meningkat tajam, risiko serangan jantung dan stroke akan lebih tinggi. Maka, lepaskan kemarahan dan mintalah pengampunan, jangan menyimpan kemarahan sampai matahari terbenam. KEBENCIAN dan IRI HATI, dapat menyebabkan : -Tekanan darah tinggi -Sakit kepala migran -Penyakit jantung -Tukak lambung -Kanker Ketika seseorang mengalami kemarahan yang berlebihan, kekhawatiran, dan stres yang diakibatkan ol

Integritas dan kepemimpinan

1. PENDAHULUAN Kepemimpinan yang dibangun atas kekuatan berpikir dengan kebiasaan yang produktif yang dilandasai oleh kekuatan moral berarti ia memiliki “Integritas” untuk bersikap dan berperilaku sehingga ia mampu memberikan keteladanan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan perubahan yang terkait dengan proses berpikir. Oleh karena itu seseorang yang memiliki kepemimpinan yang mampu menerapkan arti dan makna integritas berarti ia meyakini benar bahwa jika hanya orang yang kuat yang dapat bertahan dan keinginan menghambat kemajuan orang, menjadi kaum penjilat, bermuka dua , tidak akan menjadi orang yang mampu mengikuti perubahan ? Dengan pemikiran diatas, maka “Integritas” menjadi kunci kepemimpinan “bagaimana ia membuat keputusan yang benar pada waktu yang benar” dalam bersikap dan berperilaku karena disitulah terletak pondasi dalam membangun kepercyaan dan hubungan antara individu dalam organisasi. Dimana kita memperhatikan legalitas dan prosedur y

Integritas, dapatkah diukur dan diramalkan?

Sangat menarik untuk membahas apakah integritas dapat diukur dan diramalkan. Di bawah ini ada beberapa panduan untuk mengukur “integrity in action“, yang lebih bersifat konkrit operasional, yang mudah diikuti sebagai panduan wawancara. Masalahnya, sampai seberapa jauh indikator tersebut dapat diterapkan, terutama pada posisi di bawah upper middle management. Karena, indikator di bawah ini bisa berjalan, jika memang banyak past experiences dari calon yang dinilai, banyak critical incidents dalam pengalaman hidupnya yang terkait dengan aspek tersebut. Misal, pernah mengalami peristiwa yang mengundang conflict of interest, pernah menjalani suatu tanggung jawab yang sulit, pernah harus mengambil keputusan yang tidak populer. Kalau sample nya terbatas, otomatis agak “sulit’ melakukan penilaian berkaitan dengan hal ini. Mengukur integrity, banyak terkait dengan moralitas seseorang. Namun demikian, banyak sekali perusahaan yang mencantumkan integrity sebagai aspek yang harus dimiliki oleh cal

Terapis Keluarga

Pendahuluan Manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini berarti bahwa untuk mempertahankan keberadaan harus disokong oleh usaha manusia lain sekitarnya. Hal ini juga berarti bahw untuk mempertahankan keberadaannya maka manusia harus hidup dalam kelompok – kelompok yang terkecil dalam masyarakat adalah keluarga – keluarga merupakan faktor yang menentukan nasib dari pada anggotanya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa juga ikut ditentukan oleh keluarga. Bila menghadapi masalah, maka lembaga – lembaga akan berusaha meyelesaikan dengan upaya dan sarana yang teresedia di keluarga tersebut, tetapi bila kemampuannya tidak memadai maka akan mencari bantuan dari seorang ahli. Tetapi keluarga merupakan intervensi psiko terapeutik yang berfokus pada sistem keluarga sebagai suatu unit. Tetapi keluarga cenderung untuk melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Teori terapi keluarga berdasarkan ke

Ringan Lisan Berat Ditimbangan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah kalimat yang ringan di lisan namun berat di dalam timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar-Rahman, yaitu ‘Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim’.” (HR. Bukhari [7573] dan Muslim [2694]) Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Kedua kalimat ini merupakan penyebab kecintaan Allah kepada seorang hamba.” Beliau juga berpesan, “Wahai hamba Allah, sering-seringlah mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara kontinyu, karena kedua kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai oleh ar-Rahman, sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun sementara keduanya sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil ‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan mengucapkan dzikir itu dan memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin, 3/446). Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut All

Teori - Teori Belajar

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt. A. Teori Behaviorisme Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : 1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike. Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantar

Behaviorisme dalam Islam

A.Pengertian Behaviorisme Aliran psikologi yang menekankan pada tingkah laku / perilaku manusia ( individu ) sebagai makhluk reaktif yang memberikan respon terhadap lingkungandi sekitarnya. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku orang tersebut. B.Tokoh – Tokoh Beserta Teorinya 1.Edward Lee Thorndike ( S – R Bond / Connectionism ) Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara stimulus dan respon. Eksperimennya berupa kucing yang dimasukkan ke dalam sangkar tertutup yang apabila pintunya dapata dibuka, secara otomatis knop di dalam sangkar menutup untuk menguji teori trial and error. Ciri – ciri belajar Trial and Error adalah adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap situasi, ada eliminasi terhadap respon yang salah, ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan. Sehingga ia menemukan hukum berikut ini : Hukum Kesiapan ( Law of Readiness ) Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaa

Kematangan Agama dan Kematangan Interpersonal

Hipotesis : Ada hubungan kematangan beragama dengan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa. Uji Hipotesis : Ada hubungan yang signifikan antara kematangan beragama dengan kompetensi interpersonal pada mahasiswa. Pembahasan : Kematangan beragama dapat dijadikan prediktor untuk mengetahui adanya kompetensi interpersonal. Korelasi positif ini menunjukan bahwa kenaikan tingkat kematangan beragama secara proporsional akan diikuti oleh kenaikan tingkat kompetensi interpersonal. Dinamika psikologis tentang korelasi kematangan beragama dengan kompetensi interpersonal dapat dijelaskan sebagai berikut : Orang yang memiliki kematangan beragama mengarahkan dirinya kepada orang lain, dikarenakan setiap agama membawakan misi untuk menghadirkan kebaikan dan kesejahteraan bagi hidup bersama. Dengan kesadaran moral semacam ini, mereka mengembangkan kompetensi interpersonalnya. Orang-orang yang memiliki kepribadian sehat dan matang mengarhkan dirinya kepada orang lain. M