Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

RIWAYAT KI AGENG SURYOMENTARAM

PANGERAN YANG KECEWA Pada tahun 1892, tepatnya pada tanggal 20 Mei tahun tersebut, seorang jabang bayi terlahir sebagai anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII, sultan yang bertahta di kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jabang bayi tersebut diberi nama BRM (Bendara Raden Mas) Kudiarmadji. Ibundanya bernama BRA (Bendara Raden Ayu) Retnomandoyo, putri Patih Danurejo VI yang kemudian bernama Pangeran Cakraningrat. Demikianlah, BRM Kudiarmadji mengawali lelakon hidupnya di dalam kraton sebagai salah seorang anak Sri Sultan yang jumlah akhirnya mencapai 79 putera-puteri. Seperti saudara-saudaranya yang lain, Bendara Raden Mas Kudiarmadji bersama-sama belajar di Sekolah Srimanganti di dalam lingkungan kraton. Tingkat pendidikan sekolah ini kurang lebih sama dengan sekolah dasar sekarang. Selepas dari Srimanganti, dilanjutkan dengan kursus Klein Ambtenaar, belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Arab. Setelah selesai kursus, bekerja di gubernuran selama 2 tahun lebih. BRM Kudiarmadj

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

CUBLAK-CUBLAK SUWENG

Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum Wr. Wb. dan Semangat Pagi Sobat Indonesia, teringat akan sebuah kalimat " apa yang kamu pikirkan dan ucapkan akan menjadi perilakumu". terkait dengan lirik lagu...kalau kita salah dalam menyanyikan lirik lagu yang cenderung merusak, selingkuh, putus asa, juga akan seperti apa yang kita nyanyikan. SANGAT BERBAHAYA ! apalagi saat ini trend lagu yang galau...atau tidak bisa "move on" akan membuat kita seperti apa yang kita ucapkan atau nyanyikan. tersimpan budaya luhur dari sebuah lagu nusantara yang sering digunakan untuk permainan, yaitu cublak-cublak suweng. CUBLAK-CUBLAK SUWENG Cublak adalah tempat berupa serahi yang biasanya untuk menyimpan minyak wangi dan Suweng adalah nama salah satu jenis perhiasan wanita yang biasanya berbentuk bundar pipih seperti uang logam (mirip anting-anting) –di Jawa merupakan harta yang sangat berharga. Lirik pertama lagu ini menggambarkan bahwa terdapat suatu tempat yang menyimpan b

Sudah Indonesia - Kah, Kita ?

Akar pokok problematika keindonesiaan saat ini bercabang tiga. Pertama, telah dipaksakan suatu ”transplantasi (demokrasi) liberal” di negeri ini. Dengan demikian, kita telah membunuh ”gen” keindonesiaan yang mengalir dalam darah kebangsaan kita. ”Golongan darah” kita adalah Pancasila yang mengandung ”gen” kolektivisme (ala Indonesia) berisi nilai kekeluargaan, gotong royong, musyawarah-mufakat, dan toleransi. Sementara kita transplantasikan ”demokrasi liberal” yang golongan darahnya individualisme, terlebih disertai dengan kebebasan yang nyaris tanpa batas sehingga melunturkan jati diri bangsa dan spirit nasionalisme, menggoyahkan persatuan dan kerukunan, serta mengebiri kedaulatan negara. Karena transplantasi yang tidak sesuai dengan ”golongan darah” sendiri tersebut, tubuh bangsa kita pun bersikap reaktif dan menjadi lemah daya tahannya, menimbulkan berbagai patologi sosial, serta problematika bangsa yang kompleks. Dari segi politik, sistem politik yang ”ultraliberal”, m